Menu Utama :


[PETA NUSANTARA] [RADIO HARAMAIN] [TV-ISLAM CHANNEL] [QIBLAT LOCATOR] [MUSIK DAN FILM] [SLIDE FOTO]

pemikiran dan analisis para pakar untuk pembangunan bangsa


29 Juni 2008

Subsidi

Oleh Jaya Suprana

Pemikiran, pengetahuan, dan kekuasaan saya terlalu terbatas, maka saya tidak berani karena tidak berhak ikut berdebat masalah perlu tidaknya harga BBM dinaikkan.

Namun, yang menggelisahkan sanubari saya adalah alasan harga BBM harus dinaikkan akibat subsidi terhadap BBM harus dihentikan. Berbagai pertanyaan mengenai dalih subsidi itu amat merisaukan otak saya.

Namun mengapa

Pada prinsipnya, makna subsidi adalah bantuan. Maka, pada prinsipnya memberi bantuan dapat dibenarkan selama diberikan kepada pihak yang membutuhkan dan selama kebutuhan bersifat etis dan nonkriminal. Maka, subsidi terhadap BBM jenis bensin nonpremium bagi mobil pribadi, apalagi mewah, memang tidak benar karena berarti menyubsidi orang kaya yang tidak membutuhkan subsidi. Namun, mengapa subsidi terhadap minyak tanah yang banyak dibutuhkan rakyat jelata juga harus dihapus?

Kenaikan harga BBM pasti memengaruhi harga produk kebutuhan pokok rakyat yang sudah cukup menderita akibat harga kebutuhan pokok sudah cukup mahal. Namun, mengapa demi menghapus subsidi, harga BBM tidak bisa tidak harus dinaikkan?

Tugas utama pemerintah sebenarnya bukan memberi perintah, tetapi meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, mengapa kekhawatiran atas kondisi keuangan lembaga pemerintah dirongrong subsidi lebih dikedepankan ketimbang kondisi kesejahteraan rakyat dirongrong kenaikan harga BBM?

Di masa perjuangan mempertahankan kedaulatan negara dan bangsa mereka sendiri, Pemerintah AS juga melakukan subsidi habis-habisan terhadap produk dalam negeri mereka agar mampu bersaing terhadap produk luar negeri, terutama imperialisme dan kolonialisme kerajaan Inggris. Namun, mengapa di masa yang disebut globalisasi ini, AS ngotot melarang negara-negara lain melakukan subsidi terhadap produk dalam negeri mereka? Bahkan, ketika masih kampanye, capres Hillary Clinton sempat membocorkan rahasia bahwa produk minyak bumi AS sebenarnya disubsidi secara very sophsticated hingga terkesan tidak disubsidi.

Alasan lain menghapus subsidi adalah di era global, harga minyak di dalam negeri Indonesia harus disesuaikan dengan harga pasar dunia, khususnya AS yang sudah dianggap dan menganggap dirinya sebagai dunia itu. Lalu, mengapa rakyat Iran di dalam negeri sendiri masih bisa membeli bensin sekitar Rp 1.000 per liter. Juga mengapa Hugo Rafael Chavez mampu menawarkan minyak bumi produksi Venezuela dengan harga jauh di bawah pasar yang disebut pasar dunia?

Di masa ekonomi global, memang subsidi terhadap produk dalam negeri dianggap tidak senonoh. Maka, atas kehendak negara-negara adikuasa-ekspor, disepakati untuk dilarang.

Namun, apa sebenarnya yang dilakukan Uni Eropa, Jepang, dan AS terhadap produk pertanian masing-masing yang terkesan subsidial itu? Mengapa obat-obat tradisional China bisa leluasa merajalela di pasar dalam negeri Indonesia, sementara jamu jika ingin masuk pasar dalam negeri China harus menempuh proses uji coba Depkes China dengan biaya miliaran rupiah per produk tanpa jaminan lolos?

Konstitusional

Konon subsidi terhadap BBM harus ditiadakan karena perusahaan minyak negara terus merugi akibat harga minyak bumi dunia meningkat drastis! Namun, mengapa rakyat sebagai pemilik negara dan pemilik perusahaan negara tidak diberi laporan audit keuangan resmi pendukung kebenaran alasan itu?

Negara Indonesia beruntung bisa memperoleh minyak bumi langsung dari bumi Nusantara sendiri, yang berarti seharusnya mampu menetapkan harga minyak bumi secara mandiri di negeri sendiri tanpa bergantung pada harga minyak bumi di negeri orang lain.

Namun, mengapa dalam menetapkan harga BBM di dalam negeri sendiri, Indonesia harus bergantung, bahkan tunduk, pada kondisi harga di luar negeri?

Secara konstitusional, minyak bumi merupakan komoditas strategis mengandung nilai sosial langsung terkait kesejahteraan rakyat. Namun, mengapa keputusan menghapus subsidi demi menaikkan harga BBM lebih berpihak kepada kepentingan keuangan negara (baca: pemerintah) ketimbang rakyat?

Keuangan negara tidak tertera dalam Pancasila sebagai landasan falsafah negara dan bangsa Indonesia. Namun, mengapa upaya mencegah negara jangan sampai bangkrut dengan menghentikan subsidi agar mampu mendongkrak harga BBM Indonesia setara dengan AS lebih dikedepankan ketimbang upaya menyejahterakan rakyat?

Akibat kuno, terbelakang, tidak profesional, tidak menguasai duduk persoalan, jangkauan daya pikir sempit dan dangkal, sok romantis peduli kemanusiaan, dan terlalu emosional mendengarkan keluhan rakyat jelata, segenap pertanyaan penggelisah sanubari itu hanya layak diajukan ke rumput bergoyang belaka. Gonggongan anjing buduk tidak akan dipedulikan kafilah, apalagi yang telah mantap berlalu.

Jaya Suprana Pendengar Keluhan Rakyat

Sumber : Kompas, Sabtu 28/06/08

17 Juni 2008

Agama Tidak Sekadar Intervensi

Negara tidak pula mencampuri urusan keyakinan warganya, negara tidak boleh intervensi dalam masalah keyakinan. Argumentasi seperti ini sering terdengar dari kelompok sekuler-liberal yang membela keberadaan Ahmadiyah. Lebih jauh, sering dikatakan , kalau agama campur tangan , negara berarti memihak pada kelompok tertentu, padahal negara harus diatas semua golongan.

Berbagai pernyataan diatas pada dasarnya muncul dari cara pandang sekulerisme. Ide yang menjadi dasar dari sistem kapitalisme ini pada intinya menolak agama dijadikan dasar negara. Agama dalam pandangan sekulerisme , hanya sekedar mengatur urusan-urusan individual, moralitas, dan ritual. Agama dilarang untuk mencampuri urasan politik, ekonomi, pendidikan dan bidang sosial lainnya.

Karena agama merupakan urusan pribadi, maka negara tidak boleh mencampuri keyakinan seseorang. Seseorang atas dasar kebebasan berkeyakinan tidak boleh dilarang untuk mengimana suatu agama , keluar dari agama itu, bahkan tidak boleh beragama sekalipun. Negara pun dikatakan tidak boleh menghakimi keyakinan rakyatnya.

Pandangan sekulerisme diatas jelas ditolak oleh Islam dan sekaligus berbahaya. Sebab, akan mengkerdilkan agama Islam hanya sebagai urusan individual, ritual dan moralitas. Sebaliknya, dalam aspek yang lain seperti ekonomi, politik, sosial, pendidikan Islam kemudian tidak dipakai sama sekali. Aspek yang dikenal sebagai aspek mu’amalah (yang mengatur kehidupan manusia dengan manusia yang lain) ini kemudian diatur oleh aturan diluar Islam, yakni kapitalisme-liberal. Pandang sekulerisme akan menjadi dasar liberalisasi segala aspek kehidupan.

Padahal Kapitalisme-liberal ini yang menjadi pangkal dari bencana manusia. Dalam aspek ekonomi, Kapitalisme-liberal dengan karakter materialisme nya yang rakus telah menimbulkan penjajahan negara-negara maju dunia ketiga. Kapitalisme telah menimbulkan kesenjangan antara utara-selatan, kemiskinan yang meluas, dan perampokan kekayaan alam negara dunia ketiga.

Sejarah buruk kolonialisme merupakan fakta yang tak terbantahkan dari bahaya kapitalisme ini . Negara-negara Barat menjajah negara lain, merampok kekayaan alamnya dengan cara memerangi penduduk setempat yang melakukan perlawanan. Indonesia adalah negara yang mengalami sejarah panjang kolonialisme yang mengerikan itu. Kedatangan Belanda, Portugal, Inggris di bumi Nusantara telah menumpahkan darah jutaan penduduk. Dengan sistem tanam paksa, rakyat Indonesia dipaksa untuk menanam komiditi yang dibutuhkan oleh negara penjajah, setelah itu menjualnya dengan sangat murah bahkan terkadang tanpa dibayar.

Rakyat miskinpun diperas tenaganya dalam kerja paksa, membangun infrastruktur untuk kepentingan penjajahan seperti jalan raya, rel kereta api, gedung-gedung dan lain-lain. Merekapun menjadi buruh-buruh murah di perkebunan-perkebunan yang kehidupan yang penuh derita.

Meskipun mengklaim sudah merdeka, penjajahan ekonomi ini sebenarnya masih berlangsung. Kalau dulu dengan militer, sekarang negara-negara Kapitalisme liberal menjajah dan merampok kekayaan alam kita atas nama investasi asing, pasar bebas, privatisasi dan mekanisme ekonomi kapitalisme lainnya. Kapitalisme ini juga membuat jebakan dan jeratan ekonomi seperti hutang luar negeri dan rezim mata uang dolar.

Kebijakan kapitalisme-liberal ini menyebabkan penderitaan masyarakat. Atas nama privatasi pendidikan dan kesehatan menjadi mahal dan semakin tidak bisa dijangkau. Orang miskin seakan tidak boleh sakit dan tidak boleh pintar. Sehat dan pintar hanya untuk orang kaya yang memiliki modal yang kuat. Pengurangan subsidi yang menjadi ciri dari kebijakan liberal ini pun telah menyebabkan BBM menjadi mahal karena mengikuti harga internasional. Dampaknya pun luar biasa, biaya hidup menjadi tinggi, harga-harga melambung tinggi, para pekerja terancam PHK, kemiskinan pun meningkat.



Kebijakan kapitalisme-liberal ini pun secara sistematis menjadi sarana merampok kekayaan alam kita. Tambang minyak dan gas Indonesia menurut pakar ekonomi Econit 80 % nya dikuasai asing. Emas, perak, batu bara juga sama. Padahal kalau kalau semua itu dikelola langsung oleh pemerintah dengan baik, profesional, jujur, transparan, akan memberikan pendapatan yang luar biasa kepada negara. Dana ini pun bisa digunakan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan masyarakat. Pendidikan dan kesehatan gratis juga bukan mimpi.

Kebijakan kapitalisme-liberal ini juga telah menimbulkan kehancuran sosial yang tak terperikan. Liberalisme telah meningkatkan kriminalitas karena kesulitan ekonomi. Kekerasan dalam rumah tangga juga meningkat karena tingkat stress yang tinggi. Liberalisme berdampak pada gaya hidup yang penuh dengan kemaksiatan. Kebebasan seksual, pornograpi, lesbianisme , homoseksual, pelacuran pun berkembang. Semua ini terjadi karena Kapitalisme-Liberal yang meminggirkan peran Islam dalam aspek ekonomi dan sosial. Inilah bahaya dari pandangan sekulerisme.

Dalam pandangan Islam, agama bukan saja boleh melakukan intervensi terhadap urusan negara. Lebih jauh dari itu, Islam harus menjadi dasar negara. Karena itu, negara harus menjadi Al Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum. Berdasarkan hal ini, syariah Islam harus mengatur segala aspek kehidupan. Bukan hanya masalah individual, moral, atau ritual. Tapi juga aspek ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Negara dalam pandangan Islam wajib campur tangan dalam masalah aqidah. Bukan dalam pengertian memaksa warga non muslim untuk memeluk agama Islam. Sebab, Islam dengan gamblang mengatakan tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam. Bukan pula dalam pengertian yang non muslim tidak boleh beribadah, sebab Islam membolehkan non muslim beribadah menurut agamanya masing-masing. Campur tangan dalam pengertian, Negara harus menjaga aqidah Islam untuk tetap eksis dan kuat menjadi individu muslim dan negara.

Dalam konteks ini negara harus bersikap tegas dari segala hal yang mengancam aqidah Islam. Rosulullah Saw dengan tegas memberikan sanksi hukuman mati bagi orang yang murtad, sebagaimana sabdanya : “Man baddala dinahu fa qatuluhu” (Barang siapa yang mengganti agamanya (murtad dari Islam) maka bunuhlah”. Abu Bakar ra saat menjadi Kholifah juga memerangi Musailamah al Kadzdzab yang mengaku Nabi. Kenapa negara hirau dalam masalah aqidah ini ? Sebab aqidah adalah dasar dan fondasi setiap muslim dan negara. Kalau fondasi ini lemah, makan ketaqwaan individu akan lemah. Negara juga akan lemah.

Pandangan sekuler jelas berbahaya. Dengan alasan kebebasan beragama, seorang muslim dengan seenaknya murtad (keluar dari Islam). Sikap negara yang diam dalam masalah ini, jelas menjadikan aqidah menjadi persoalan remeh. Padahal aqidah inilah yang menjadi dasar dari kuatnya negara. Dengan alasan kebebasan berkeyakinan, orang dibiarkan membuat keyakinan yang aneh-aneh, mengaku Nabi, mengaku jibril, sholat dua bahasa , ibadah haji tidak perlu ke Makkah. Bukan tidak mungkin dengan alasan kebebasan berkeyakinan, sah-sah saja orang sholat sambil telanjang dan kiblatnya ke Monas (Na’udzubillah mindzalik)

Bahwa negara harus menjaga hal yang mendasar ditengah masyarakat yang menjadi asas, sebenarnya wajar saja. Negara-negara Kapitalis juga akan sekuat tenaga menjaga ideologi Kapitalis tetap eksis.Bedanya, kalau negara Islam akan sekuat tenaga mempertahankan aqidah Islam sebagai dasar negara. Negara Kapitalisme akan sekuat tenaga mempertahankan sekulerisme sebagai dasar negara. Tidak heran kalau Bush berulang-ulang menyatakan bahwa nilai-nilai kapitalisme seperti demokrasi, HAM, pluralisme adalah harga mati untuk kepentingan Amerika Serikat.

Negara Kapitalis tidak menginginkan ada kelompok yang ingin menumbangkan ideologi Kapitalisme. Tidak heran kalau Perancis melarang pemakain kerudung, di beberapa tempat di Eropa membangun masjid dilarang. Di Australia, pendirian sekolah Islam ditolak. Sebab mereka melihat hal ini akan mengancam ideologi kapitalisme. Jadi adalah keliru, kalau negara Kapitalism dikatakan tidak mengintervensi atau menghukum ideologi yang merupakan keyakinan yang dianggap mengancam negara. Dalam konteks menjaga negara inilah kepada Islam menjaga aqidah umat.

Selanjutnya, berdasarkan aqidah Islam ini negara mengatur masyarakat dengan menerapkan syariah Islam. Syariah Islam akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok tiap individu masyarakat sandang, pangan dan papan. Syariah Islam juga mengatur bahwa pendidikan dan kesehatan harus gratis untuk warga negara. Dan perlu dicatat hal ini bukan hanya berlaku bagi umat Islam atau juga warga negara daulah Islam yang non muslim.

Syariah Islam juga akan menjamin keamanan siapapun rakyatnya baik muslim atau non muslim. Non muslim yang disebut sebagai Ahlul Dzimmah wajib dijaga oleh negara, sampai-sampai Rosulullah saw mengatakan siapa yang menyakiti Ahlul Dzimmah berarti menyakitiku.

Syariah Islam juga akan menjadikan kekayaan alam yang merupakan milik umum (milkiyah ‘amah) seperti minyak, emas, batu bara, timah, menjadi milik rakyat yang tidak boleh diserahkan kepada individu atau perusahan asing. Negara akan mengelolanya dengan baik dan hasilnya diserahkan untuk kepentingan masyarakat.

Walhasil, kami menegaskan sekali lagi. Menjadikan Islam sebagai asas negara dan syariah Islam sebagai aturan yang mengatur masyarakat akan memberikan kebaikan bagi semua pihak termasuk Indonesia, muslim maupun non muslim. Islam akan memberikan kebaikan bagi semua kelompok.

Sebaliknya, sekulerisme yang menjadi dasar liberalisasi dalam segala aspeklah yang telah menghancurkan negeri-negeri Islam termasuk Indonesia. Jadi umat Islam harus bersatu melawan siapapun yang ingin mengeksiskan negara sekuler yang menyebarluaskan ideologi kapitalisme. Sebaliknya, umat Islam harus bersungguh-sungguh untuk memperjuangkan negara yang berdasarkan Islam. Sebab hanya dengan itulah aqidah umat terjaga, masyarakat sejahtera, keamanan terjamin, kesatuan negara kokoh.(Farid Wadjdi)

Sumber : Hizbut Tahrir Indonesia

11 Juni 2008

Cinta Laura dan Inlander

Saya bukan penggemar infoatainment. Tetapi, ketika 1 Juni yang lalu saya menghidupkan televisi saya tertawa melihat seorang gadis cantik bernama Cinta Laura sedang membaca Pancasila.

Gaya bicara ekstra-cadel yang ditampilkan oleh Cinta Laura membuat saya menduga ada Pancasila versi baru. Saya sampai harus memasang telinga lebih tajam untuk mencoba memahami bahasa cewek itu: Panchasyila, satju, ketjuhanan zang mahha esza….dan seterusnya dan seterusnya.

Cinta adalah bagian dari gelombang besar jagat televisi dan sinetron nasional yang dikuasai wajah-wajah indo dan bule.

Apa saja yang berbau bule dan indo di sinetron pasti menarik banyak penggemar. Seolah-olah wajah bule akan memberi jaminan kesuksesan. Parade bule dan indo pun kita saksikan di hampir setiap sinetron di televisi kita.

Sepintas, tampaknya tidak ada yang salah dengan situasi ini. Ketika kondisi ekonomi dan sosial semakin sumpek seperti sekarang, rakyat membutuhkan sarana hiburan yang murah dan meriah.

Sinetron pun menjadi pilihan yang paling tepat untuk sarana eskapisme, melarikan diri dari kesumpekan hidup. Daripada pusing memikir kenaikan harga BBM, lebih baik nonton sinetron.

Daripada bunuh diri karena stres memikir biaya hidup yang makin mahal, mending nonton sinetron. Makanya, sekali-sekali kita perlu juga memberi apresiasi kepada para produsen sinteron Indonesia itu. Coba kalau tidak ada sinetron, barangkali jumlah orang gila dan orang bunuh diri makin meningkat.

* * *
Kekaguman terhadap segala sesuatu yang berbau bule bukan fenomena baru di masyarakat kita. Ini merupakan warisan lama sejak era kolonialisme dan imperialiasme.

Ada paradoks dalam masalah ini. Di satu sisi bangsa Indonesia merasakan trauma yang menyakitkan akibat derita panjang penjajahan ratusan tahun.

Tapi, di sisi lain bangsa kita masih saja terkagum-kagum terhadap bule, bahkan sampai berpuluh-puluh tahun kemudian.

Amien Rais--yang lidah dan tulisannya masih tetap tajam--menyebut hal ini sebagai mentalitas inlander atau mental jongos. Mentalitas ini sengaja dibangun oleh penjajah selama ratusan tahun, sehingga sangat sulit menghilangkan legasi itu.

Celakanya, kata Amien, mentalitas inlander ini tidak hanya mewabah di kalangan rakyat bawah. Tapi juga dialami, dengan sama-sama akutnya, oleh para pemimpin dan elite politik kita.
Kalau yang terserang mental inlander itu rakyat kecil, paling akibatnya mereka terkagum-kagum kepada bule dan ketagihan nonton sinetron Indonesia.

Kalau yang terkena penyakit inlander ini artis Indonesia, paling-paling akibatnya mereka jadi terkagum-kagum dan berlomba menikah atau memacari bule. Apa saja asal bule jadi rebutan artis kita, tidak peduli bule, yang di negeri asalnya jadi kuli pun, di sini jadi rebutan.

Tapi, kalau yang terserang penyakit mental inlander ini adalah elite politik, sosial, ekonomi, intelektual, wartawan, agamawan, dan elite-elite yang lain, celakalah bangsa kita ini.

Bacalah buku Amien Selamatkan Indonesia!. Akan terasa betapa Amien sangat marah terhadap kondisi ini. Penderitaan berkepanjangan yang diderita bangsa ini--dalam kesimpulan sederhana Amien--adalah akibat mentalitas inlander para elite politik dan pemerintahan kita.

* * *
Almarhum Edward Said, intelektual Amerika kelahiran Palestina, telah mendedikasikan seluruh karier intelektualnya untuk mengungkap masalah mentalitas jongos ini.
Dalam studi yang dituangkan dalam buku Orientalism dan sekuelnya Culture and Imperialism, Said antara lain menunjukkan bahwa mentalitas inlander itulah yang membuat kolonialisme dan imperialisme meluas ke seluruh negara di Asia dan Afrika dan bertahan ratusan tahun.

Mentalitas inlander itu dibangun secara sistematis dan terus-menerus melalui kekuasaan dan bahkan sastra dan seni, sehingga telah mendarah mendaging dan menulang-sumsum sampai sekarang.

Said memang tidak mempelajari sinteron Indonesia, dia hanya mempelajari karya-karya sastra Barat. Tapi, saya bayangkan kalau Pak Said sempat menonton sinetron Indonesia, dia akan tersenyum getir dan menggumam, 'Ini dia bukti tesis saya'.

Menurut Said, para imperialis itu mencekokkan pandangan bahwa bangsa Barat bukan penjajah. Tapi bangsa Timurlah yang menginginkan dan mengharapkan kehadiran orang Barat ke negerinya untuk menaikkan derajat bangsa-bangsa Timur itu.

Kalau ada kemajuan di negara jajahan, semuanya atas kebaikan hati tuan bule.
Bahkan, Politik Etis di Indonesia pada 1901 yang diperkenalkan oleh Van Deventer dipuji-puji sebagai balas budi. Padahal, itu hanya akal-akalan Belanda saja untuk melanggengkan kekuasaannya.

Edward Said pasti sangat marah kalau kita memuji-muji Van Deventer.
Bagaimana menghilangkan mentalitas itu? Para pemimpin seperti Evo Morales dari Bolivia, Hugo Chavez dari Venezuela, dan Ahmadinejad dari Iran telah berhasil membongakarnya.
Indonesia kapan? Tak tahulah. Pusing kepala memikirnya.

Daripada pusing, hujzan hujzan becheck tjidak ada ojzeck, mending kita nonton sinetron sajalah….*

Sumber : Surya Online

10 Juni 2008

Menakar Rasionalitas Bangsa

Oleh Mulyanto *)

Pro-kontra soal blue energy berlanjut. Ketidakyakinan pakar energi pada umumnya adalah soal ”air” yang diklaim sebagai ”bahan dasar” energi ramah lingkungan tersebut. Belum lagi soal kesetimbangan energi (energy balance) serta ”biaya” karena diklaim membutuhkan energi listrik (PLN) yang cukup besar saat proses produksinya.

Namun, yang lebih menarik menurut penulis adalah fakta bahwa ada orang dekat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang aktif mempromosikan sumber energi kontroversial ini. Bahkan, ada rencana untuk mengambil tempat produksi di dekat Cikeas, kediaman pribadi presiden. Karena itu, tak dapat dihindarkan kesan bahwa SBY mendukung konsep blue energy ini.

Masalahnya adalah di mana rasionalitas bangsa ini kalau presiden mempromosikan hasil iptek yang belum teruji kesahihannya, sementara lembaga riset iptek pemerintah banyak yang menganggur tak berdaya?

Bukan hal baru

Kejadian seperti itu sebenarnya bukanlah hal yang baru. Sebelumnya dalam sidang kabinet pernah dipromosikan pupuk jenis baru yang disebut Nutrisi Saputra. Sejak itu pupuk yang katanya dapat menyuburkan tanaman dengan cepat dan meningkatkan produktivitas padi secara spektakuler itu telah menyebar di Lampung, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Padahal, produk tersebut belum mendapat izin dari lembaga yang berwenang.

Setelah diteliti Balitbang Departemen Pertanian, ternyata tidak ditemui keunggulan apa pun dari nutrisi tanaman tersebut, bahkan dalam jangka panjang pupuk kontroversial ini dapat mengeraskan dan merusak tanah. Bisa dibayangkan bagaimana kecewa dan menderitanya para petani kita kalau harus tertipu oleh kepalsuan teknologi ini. Namun, beruntung pemerintah sigap menangani.

Pertanyaannya, mengapa kita begitu antusias dengan penemuan iptek yang kontroversial, yang belum diuji melalui prosedur baku verifikasi dan validasi ilmiah? Bahkan, sampai melibatkan lembaga kepresidenan?

Mungkin ini soal histeria. Ketika impitan impor beras dan rendahnya produktivitas pertanian kita menjadi hantu yang membayangi setiap hari atau melonjaknya harga BBM yang terus menjulang ke langit yang nyaris membuat kita kehilangan harapan, datangnya Sang Ratu Adil berupa teknologi Nutrisi Saputra atau blue energy adalah histeria yang didamba. Penemuan yang fantastis dan sensasional yang memicu histeria itu telah melumpuhkan rasionalitas kita sebagai bangsa. Kalau lembaga kepresidenan terciprat citra buruk, itu bisa dimaknai sebagai risiko politik dalam rangka mencari solusi tuntas persoalan bangsa. Ini pun bukan khas gaya kepemimpinan SBY saja.

Saat Megawati menjadi presiden, bahkan Menteri Agama yang dikenal sangat alim pernah terjerembap lumpur irasionalitas dan mau-maunya menggali cagar budaya Istana Batu Tulis, Bogor, agar menemukan harta karun untuk membayar utang-utang negara. Jelas itu bukan cuma di luar tugas pokok Departemen Agama, tetapi juga di luar kompetensi dan rasionalitas sang menteri. Akan tetapi, toh tindakan yang didasarkan mimpi, yang menggemparkan jagat nasional, itu dilakoni meski hasilnya nihil dan menuai rasa malu.

AS Hikam, yang menjadi Menneg Ristek di bawah pemerintahan Gus Dur, sebelumnya dengan berani mempromosikan teknologi jin untuk membangkitkan energi dan bahkan berminat mengembangkan penelitian ilmu suwuk. Praktis para ilmuwan dan teknolog yang masih rasional memprotes Menneg Ristek yang ahli sastra itu. Bayangkan, level kementerian ristek, sebagai benteng ilmu pengetahuan dan rasionalitas bangsa, saja sudah bingung membedakan antara alam gaib dan alam empiris.

Apa yang salah

Dulu, tahun 1970-an, Buya Hamka mati-matian menentang untuk memercayai, ada bayi dalam kandungan yang dapat bicara. Beliau rela berhadap-hadapan dengan para ulama yang pada waktu itu bersikeras percaya, bahkan menganggap itu sebagai karomah atau mukjizat. Apa lacur, ketika dibuktikan dan digeledah, ternyata ibu yang mengandung itu menyembunyikan tape recorder. Yang bicara bukan bayi dalam kandungan si calon ibu, tetapi tape recorder itu. Terpaksa para ulama menanggung malu. Padahal, mereka paling tahu adanya takdir kauniyyah (hukum alam) di samping takdir ghaibiyyah (hukum gaib).

Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, tingginya tingkat kemiskinan, atau secara umum rendahnya PDB per kapita, yang merupakan ciri negara berkembang, adalah biang keladi irasionalitas masyarakat. Meski reformasi sudah menginjak 10 tahun, nyatanya eforia politik belum menghasilkan kesejahteraan. Kebebasan tidak serta-merta menyejahterakan. Histeria, mimpi, Sang Ratu Adil adalah energi sekaligus hiburan yang membuat masyarakat miskin mampu bertahan untuk hidup dan menunggu. Sementara rasionalitas adalah barang mewah para elite yang duduk dalam singgasana modernitas.

Karena itu, kalau kita bangga akan Borobudur yang megah menjulang atau si Gatot Kaca N-250 buatan 100 persen putra-putri pertiwi yang terbang gagah memutari angkasa, rasa kagum itu bukanlah sekadar pada wujud fisik karya itu, tetapi karena di dalamnya tegak rasionalitas bangsa. Itulah sebabnya kita merana menyaksikan PT Dirgantara Indonesia limbung kehilangan kendali, Indosat dijual kepada pihak asing, atau PT Krakatau Steel yang akan diprivatisasi melalui mitra asing strategis, sebagaimana kita mengelus dada meratapi ratusan doktor di Puspiptek, Serpong, yang terpaksa ”ngamen” karena lab mereka beringsut tua dan dana riset yang tidak memadai.

Padahal, Mbah Roso, Ki Djoko Bodo, atau Mama Lauren yang menjual ramalan nasib melalui teknologi canggih SMS dan mengiklankan irasionalitas melalui TV makin berkibar bersama sinetron alam gaib dan misteri. Lalu, masyarakat menolak secara paranoid PLTN di Muria karena takut lahan mereka ditenggelamkan lumpur panas seperti di Sidoarjo.

Tampaknya alam bawah sadar bangsa ini yang menjelma dalam histeria publik adalah irasionalitas itu. Fenomena blue energy, Nutrisi Saputra, dan Batu Tulis adalah alat sederhana kita untuk menakar rasionalitas bangsa menghadapi milenium III globalisasi yang ketat persaingan dan ledakan kreativitas ide rasional.

Sejatinya, seratus tahun Kebangkitan Nasional tampaknya belum cukup bagi kita untuk bebas dari belenggu irasionalitas ini. Kita butuh energi yang lebih besar lagi dari sekadar ”reformasi” untuk bangkit menjadi bangsa yang rasional dan bermartabat. Merdeka!

*) Mulyanto Peneliti di Institute for Science and Technology Studies (Istecs); Penulis Buku IPTEK Nasional Pasca Habibie

Sumber : Kompas, 7 Juni 2008
New Page 14

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
PANDUAN VERIFIKASI AKUN PAYPAL ANDA KE REKENING BANK ANDA [KLIK DISINI]

Cari artikel, informasi di website dan atau di blog ini, seperti; foto (image), audio dan video dengan mesin Google berikut. Ketik keyword (kata kunci) dalam kotak, klik tombol "cari" pada form berikut :
Google
TIPs : Untuk mengotimalkan pemakaian mesin pencari "google.com" diatas, dapat Anda pelajari disini, silahkan klik: [http://zulfikri-kamin.blogspot.com/2008/07/tips-mengotimalkan-mesin-pencari.html] ----------