Menu Utama :


[PETA NUSANTARA] [RADIO HARAMAIN] [TV-ISLAM CHANNEL] [QIBLAT LOCATOR] [MUSIK DAN FILM] [SLIDE FOTO]

pemikiran dan analisis para pakar untuk pembangunan bangsa


30 September 2008

GEJOLAK FINANSIAL Tangan Tuhan, Krisis Keuangan AS, dan Kita

Oleh: Muslimin Anwar

Jumat, 26 September 2008

Boleh jadi, sepertinya Tuhan tengah menegur Amerika Serikat (AS) dengan krisis keuangan saat ini. Bagaimana mungkin,bank investasi papan atas sekelas Lehman Brothers luluh lantak dalam sekejap setelah 158 tahun kokoh berdiri.

Kita pun seakan tak percaya Morgan Stanley dan Goldman Sachs kini harus turun kelas menjadi sekadar bank komersial belaka, untuk bisa bertahan hidup. Kita pun terperangah ketika menyadari Federal Reserves terpaksa menyuntikkan 85 miliar dolar AS ke tubuh bongsor AIG, agar tidak mati lemas seketika.

Mungkin inilah cara Tuhan berlaku adil, sekadar mengobati luka hati mereka yang kehilangan harta bendanya di New Orleans, anak-anak yatim di Irak, para piatu di Afghanistan, dan orang-orang yang kehilangan rumahnya di Palestina, yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintahan George W Bush. Tak kurang dari Barack Obama menuding Bush-lah yang bertanggung jawab atas demikian berantakannya situasi dunia dan prahara yang terjadi di AS.

Di sisi lain, ada pula yang berujar, mungkin ini pulalah cara Tuhan menyampaikan salam perpisahan kepada George W Bush, di akhir masa pemerintahannya yang tinggal berbilang bulan. Kalau di awal pemerintahannya ia bertekad memburu seorang (Saddam) Hussein, maka menjelang akhir pemerintahannya ia balik dikejar-kejar oleh seorang Hussein lainnya, yang tak lain adalah Barack Husein Obama.

Namun terlepas dari itu semua, perlukah kita lantas turut bergembira atas krisis keuangan yang merontokkan bursa saham Wall Street itu? Patutkah kita bersorak sambil meneriakan "Rasain kau Amerika!".

Rasanya, hal tersebut tak akan menambah baik suasana. Lebih bijak bestari apabila hati dan pikiran kita bersama dengan rakyat jelata di berbagai belahan dunia yang segera bertambah berat beban hidupnya, terancam kehilangan rumah dan pekerjaannya, akibat ketamakan segelintir manusia di Wall Street sana.

Lebih arif dan manusiawi apabila kita berempati dan turut mengurangi dampak gempa besar dengan episentrum di AS itu. Lantas apa yang perlu kita lakukan? Ada banyak cara untuk segera meminimalisasi dampak buruk gempa keuangan ini bagi rakyat kebanyakan.

Pertama, sebagai bangsa, tentunya kita menginginkan kejujuran dan kesungguhan pemerintah untuk meyakinkan kita bahwa situasi ekonomi kita dalam keadaan aman. Kita menginginkan pemerintah secara transparan dan akuntabel memberikan informasi yang menyejukkan, bukan sekadar dongeng pengantar tidur sebagaimana yang terjadi sebelum krisis moneter 1997/98. Ketika itu Presiden Soeharto dengan tegas menyatakan bahwa fundamental ekonomi kita kuat, sehingga tak akan terkena imbas dari krisis mata uang yang ketika itu tengah melanda Thailand.
Kita sama-sama mahfum kalau riak dari tsunami keuangan di AS itu sudah sampai di Bumi Pertiwi. Hal ini ditunjukkan oleh merosotnya indeks saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), di mana banyak investor melepas portofolionya dan pada akhirnya turut memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah.

Saatnya pemerintah dan BI secara intensif menenangkan dan meyakinkan pasar dengan membumikan apa yang telah mereka susun sebagai sistem stabilitas keuangan itu. Sebagaimana diketahui, saat ini telah dibentuk Komite Koordinasi yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Selain itu, telah pula dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner LPS tentang Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK) sebagai wadah koordinasi bagi BI, Depkeu dan LPS dalam memelihara stabilitas sistem keuangan.

Badan Krisis

Mungkin ada baiknya pula dipikirkan untuk membentuk badan jebolan FSSK ini yang memiliki kekuatan hukum untuk menganani krisis keuangan, dimulai saat ini untuk berjaga-jaga, sebelum dampak krisis keuangan AS dirasakan lebih besar lagi di Indonesia.

Tampaknya badan pelaksana SSK atau crisis centre ini mendesak dibentuk, karena tak ada yang pernah menduga kasus sub-prime mortgage yang terkuak tengah tahun 2007 itu menyebabkan tsunami semacam ini. Demikian pula, tak ada yang tahu apabila dampak yang baru dirasakan beberapa perusahaan di Indonesia seperti Manulife dan mungkin AIG Life juga akan dirasakan lebih dahsyat lagi oleh perusahaan lainnya yang saat ini tengah tiarap, menyelesaikan masalahnya sendiri. Kita tentunya tak ingin kasus serupa Lehman Brothers menimpa perusahaan di Indonesia, padahal indikasi itu sudah ada sejak tahun lalu.

Ketiga, melongok ke gedung Kongres di AS sana yang tengah mempertontonkan kebingungan dan kegamangan untuk memutuskan bail-out senilai 700 miliar dolar AS, sudahkah saatnya DPR kita berembuk segera membuat opsi-opsi keputusan apabila riak-riak tsunami di Indonesia saat ini menjadi banjir bandang.

Salah satu yang perlu segera dilakukan parlemen adalah menyiapkan seperangkat UU yang mengatur krisis tersebut (UU Krisis) ataupun UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang RUU-nya sampai saat ini belum juga disahkan.

RUU JPSK itu sebenarnya telah mengatur langkah dan kebijakan yang perlu dan dapat ditempuh oleh pemerintah dan BI bila krisis melanda, berikut dengan aturan mengenai hubungan, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing instansi keuangan terkait. Dalam RUU JPSK semua komponen JPSK ditetapkan secara rinci, yakni meliputi pengaturan dan pengawasan bank yang efektif, lender of the last resort, skim asuransi simpanan yang memadai, dan mekanisme penyelesaian krisis yang efektif.

Dengan diberlakukannya RUU ini maka dihadapkan biaya ekonomi dan sosial dapat diminimalisasikan, karena krisis dapat ditangani secara cepat, tepat, dan sesuai kaidah-kaidah hukum yang mengaturnya.

Dengan begitu, tak ada lagi kericuhan pascakrisis, saling tuding antarlembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif, yang membuat pembangunan yang seharusnya dilaksanakan, menjadi tersendat permasalahan semacam BLBI tempo lalu.

Keempat, diperlukan kedisiplinan dalam menjalankan aktivitas di bisnis keuangan ini. Para pengusaha, konglomerat, dan kaum profesional diharapkan mengedepankan good corporate governance dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.

*) Muslimin Anwar Phd, Doktor Bidang Ekonomi Moneter dan Keuangan Brunel University, London

Sumber :
Suara Karya Online

27 September 2008

Budaya Malu Dikikis Habis Gerakan Syahwat Merdeka

Pidato Kebudayaan Taufiq Ismail
di Taman Ismail Marzuki 15 Desember 2006.

Sederetan gelombang besar menggebu-gebu menyerbu pantai Indonesia, naik ke daratan, masuk ke pedalaman. Gelombang demi gelombang ini datang susun-bersusun dengan suatu keteraturan, mulai tahun 1998 ketika reformasi; meruntuhkan represi 39 tahun gabungan zaman Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pembangunan, dan membuka lebar pintu dan jendela Indonesia.

Hawa ruangan yang sumpek dalam dua zaman itu berganti dengan kesegaran baru. Tapi tidak terlalu lama, kini digantikan angin yang semakin kencang dan arus yang nienderu-deru.

Kebebasan berbicara, berpendapat, dan mengeritik, berdiri-menjamurnya partai-partai politik baru, keleluasaan berdemonstrasi, ditiadakannya SIUPP (izin penerbitan pers), dilepaskannya tahanan politik, diselenggarakannya pemilihan umum bebas dan langsung, dan seterusnya. Dinikmati belum sampai sewindu, tapi sementara itu silih berganti beruntun-runtun belum terpecahkan krisis yang tak habis-habis, tagihan rekening reformasi ternyata mahal sekali.

Bahana yang datang terlambat dari benua-benua lain itu menumbuh dan menyuburkan kelompok permisif dan adiktif negeri kita, yang sejak 1998 naik daun. Arus besar yang menderu-deru menyerbu kepulauan kita adalah gelombang sebuah GERAKAN SYAHWAT MERDEKA. Gerakan tak bersosok organisasi resmi ini tidak berdiri sendiri, tapi bekerja sama bahu-membahu melalui jaringan mendunia, dengan kapital raksasa mendanainya, dan banyak media massa cetak dan elektronik jadi pengeras suaranya.

Siapakah komponen gerakan syahwat merdeka ini ?

Pertama, adalah praktisi sehari-hari kehidupan pribadi dan kelompok dalam perilaku seks bebas hetero dan homo, terang-terangan dan sembunyi-sembunyi. Sebagian berjelas-jelas anti kehidupan berkeluarga normal, sebagian lebih besar tak mau menampakkan diri .

Kedua, penerbit majalah dan tabloid mesum, yang telah menikmati tiada perlunya SIUPP. Mereka menjual wajah dan kulit perempuan muda, lalu menawarkan jasa hubungan kelamin pada pembaca pria dan wanita lewat nomor telepon genggam, serta mengiklankan berbagai alat kelamin tiruan (kue pancong berkumis dan lemper berbaterai) dan boneka karet perempuan yang bisa dibawa bobok bekerjasama.

Ketiga, produser, penulis skrip dan pengiklan acara televisi syahwat seks siswa dengan guru, ayah dengan anak, siswa dengan siswa, siswa dengan pria paruh baya, siswa dengan pekerja seks komersial ditayangkan pada jam prime-time, kalau pemainnya terkenal. Remaja berseragam OSIS memang menjadi sasaran segmen pasar pcnting lahun-tahun ini. Beberapa guru SMA menyampaikan keluhan pada saya. "Citra kami guru-guru SMA di sinetron adalah citra guru tidak cerdas, kurang pergauldn dan memalukan”. Mari kita ingat ekstensifnya pengaruh tayangan layar kaca ini. Setiap tayangan televisi, rata-rata 170.000.000 yang memirsa. Seratus tujuh puluh juta pemirsanya!

Kecmpat, 4.200.000 (empat koma dua juta) situs porno dunia, 100.000 (seratus ribu) situs porno Indonesia di internet. Dengan empat kali klik di komputer, anatomi tubuh perempuan dan laki-laki, sekaligus fisiologinya, dapat diakses tanpa biaya, sama mudahnya dilakukan baik dari San Frascisco, Timbuktu, Rotherdam maupun Klaten.

Pornografi gratis di internet luar biasa besar jumlahnya. Seorang sosiolog Amerika Serikat mengumpamakan serboan kecabulan itu di negaranya bagaikan "gelombang tsunami setinggi 30 meter, dan kami melawannya dengan dua telapak tangan". Di Singapura, Malaysia, Korea Selatan situs porno diblokir Pemerintah untuk terutama meliiidungi anak-anak dan remaja. Pemerintah kita tidak melakukan hal yang sama.

Kelima, penulis, penerbit dan propagandis buku syahwat 50% sastra dan 25% sastra di Malaysia, penulis yang mencabul-cabulkan karyanya penulis pria. Di Indonesia, penulis yang asyik dengan wilayah selangkang dan sekitarnya mayoHtas penulis perempuan. Ada kritikus sastra Malaysia berkata: "Wah, pak Taufik, pengarang wanita Indonesia berani-berani. Kok mereka tidak main, ya?". Memang begitulah, rasa rnalu itu yang sudah terkikis, bukan saja pada penulis-penulis perempuan aliran S.M.S (Sastra Mazhab Selangkang) itu, bahkan lebih-lebih lagi pada banyak bagian dari bangsa.

Keenam, penerbit dan pengedar komik cabul. Komik yang kebanyakan terbitan dengan teks dialog diterjemahkan ke bahasa kita itu tampak dari kulit luar biasa-biasa saja, tapi didalamnya banyak gambar hubungan badannya, misalnya (bukan main) antara siswa dengan Bu Guru. Harganya Rp 2.000. Sebagian komik-komik itu tidak semata lucah saja, tapi ada pula kadar idiologinya. Idiologinya adalah anjuran perlawanan pada orang tua dan guru yang banyak aturan ini-itu, termasuk terhadap seks bebas. Dalam salah satu komik itu saya baca kecaman yang paling sengit adalah pada Menteri Pendidikan Jepang. Tentu saja dalam teks terjemahan berubah, yang dikecam jadinya Menteri Pendidikan Nasional kita.

Ketujuh, produsen, pengganda, pembajak, pengecer dan penonton VCD/DVD Biru. Indonesia kini jadi sorga besar Pornografi paling murah di Dunia, diukur dari kwantitas dan harganya. Angka resmi produksi dan bajakan tidak saya ketahui, tapi literatur menyebut antara 2 juta - 20 juta keping setahun. Harga yang dulu Rp 30.000 sekeping, kini turun menjadi Rp 3.000, bahkan lebih murah lagi. Dengan biaya 3 batang rokok kretek yang diisap 15 menit, orang bisa menonton sekeping VCD/DVD Biru dengan pelaku kulit putih dalam 6 posisi selama 60 menit. Luar biasa murah. Anak SD kita bisa membelinya tanpa risi, tanpa larangan peraturan Pemerintah. Seorang peneliti mengabarkan bahwa di Jakarta Pusat ada murid-murid laki-laki yang kumpul dua sore seminggu di rumah salah seorang dari mereka, lalu menayangkan VCD/DVD porno. Sesudah selesai mereka onani bersama-sama. Siswa sekolah apa? dan kelas berapa?
Siswa SD, kelas lima. Tak diceriterakan apa ekses selanjutnya.

Kedelapan, pabrikan dan konsumen alkohol. Minuman keras dari berbagai merek dengan mudah bisa diperoleh di pasaran. Kemasan botol kecil diproduksi, mudah masuk kantong celana, harga murah, dijual di kios tukang rokok di depan sekolah, remaja dengan bebas bisa membelinya. Di Amerika dan Eropa batas umur larangan dibawah 1 8 tahun. Negeri kita pasar besar minuman keras, jualannya sampai ke desa-desa (tanpa batas umur).

Kesembilan, produsen, pengedar dan pengguna narkoba. Tingkat keterlibatan Indonesia bukan pada pengedar dan pengguna saja, bahkan kini sampai pada derajat produsen dunia. Enam juta anak muda Indonesia terperangkap sebagai pengguna, ratusan ribu menjadi korbannya. (diluar teks: "di provinsi tetangga ada pabrik narkoba terbesar ketiga didunia).

Kesepuluh, pabrikan, pengiklan dan pengisap nikotin. Korban racun nikotin 57.000 orang/tahun, maknanya setiap hari 156 orang mati, atau setiap 9 menit seorang pecandu rokok meninggal dunia. Pemasukan pajak 15 triliyun (1996), tapi ongkos pengobatan berbagai penyakit akibatnya 30 triliyun rupiah. Mengapa alkohol, narkoba dan nikotin termasuk dalam katagori kontributor arus syahwat merdeka ini? Karena sifat adiktifnya, kecanduannya, yang sangat mirip, begitu pula proses pembantukan ketiga adiksi tersebut dalam susunan syaraf pusat manusia. Dalam masyarakat permisif, interaksi antara seks dengan alkohol, narkoba dan nikotin, akrab sekali sukar dipisahkan. Interaksi kemudian dilengkapi dengan tindak kriminalitas berikutnya, seperti pemerasan, perampokan sampai pembunuhan. Setiap hari berita semacam ini dapat dibaca dikoran-koran. (conloh selebritis Alda mati dihotel di Jakarta).

Kesebelas, pengiklan perempuan dan laki-laki panggilan. Dalam masyarakat permisif, iklan semacam ini menjadi jembatan komunikasi yang diperlukan.

Keduabelas, germo dan pelanggan prostitusi. Apabila hubungan syahwat suka sama suka yang gratis tidak tersedia, hubungan dalam bentuk perjanjian bayaran merupakan jalan keluarnya. Dalam hal ini prostitusi berfungsi.

Ketigabelas, Dokter dan dukun praktisi aborsi. Akibat tujuh unsur pertama diatas, kasus perkosaan dan kchamilan diluar pernikahan meningkat drastis. Setiap hari dapat kita baca kasus siswa SMP/SMA memperkosa anak SD, satu- satu atau rame-rame, ketika papi mami tak ada dirumah dan pembantu pergi ke pasar berbelanja. Setiap ditanyakan apa sebab dia/mereka memperkosa, selalu dijawab karena terangsang sesudah menonton VCD/DVD Biru dan ingin mencobakannya. Praktisi aborsi gelap menjadi tempat pelarian, bila kehamilan terjadi,, Seorang peneliti dari sebuah Universitas di Jakarta menyebutkan bahwa angka aborsi di Indonesia 2,2 juta setahunnya. Maknanya setiap 15 detik seorang calon bayi di suatu tempat di negeri kita meninggal akibat dari salah satu atau gabungan ketujuh faktor diatas. Inilah produk akhirnya. Luar biasa destruksi sosial yang diakibatkannya. ; Dalam gemuruh gelombang gerakan syahwat merdeka ini, pomografi dan pornoaksi menjadi bintang panggungnya, melalui gemuruh kontroversi pro kontra RUU APP.

Karena satu dua atau beberapa kekurangan dalam RUU itu, yang total kontra menolaknya, tanpa sadar terbawa dalam gelombang gerakan syahwat merdeka ini. Tetapi bisa juga dengan sadar memang mau terbawa didalamnya. Salah satu kekurangan RUU itu, yang perlu ditambah sempurnakan adalah perlindungan bagi anak cucu kita, jumlahnya 60 juta, terhadap kekerasan pornografi. Dalam hiruk-pikuk disekitar RUU ini, terlupakan betapa dalam usia sekecil itu 80% anak-anak 9-12 th. Terpagar pornografi, situs porno di internet naik lebih 10 kali lipat, lalu 40% anak-anak kita yang lebih dewasa sudah melakukan hubungan seks pra nikah. Sementara anak-anak di Amerika Serikat dilindungi oleh 6 undang-undang, anak-anak kita belum, karena undang-undangnya belum ada. KUHP yang ada tidak melindungi mereka karena kunonya. Gelombang Syahwat Merdeka yang menolak total RUU ini berarti menolak melindungi anak cucu kita sendiri. Gerakan tak bernama tak bersosok organisasi ini terkoordinasi bahu-membahu, menumpang gelombang massa, Reformasi mendestruksi moralitas dan tatanan sosial. Ideologinya neo-liberalisme, pandangannya materialistis, disokong kapitalisme jagad raya.

MENGUJI RASA MALU DIRI SENDIRI

Seorang pengarang muda meminta pendapat saya tentang cerita pendeknya yang dimuat disebuah media. Dia berkata: "kalau cerpen saya itu dianggap pornografi, wah, sedihlah saya". Saya waktu itu belum sempat membacanya. Tapi saya kirimkan padanya pendapat saya mengenai pornografi.

Begini, misalkan saya menulis sebuah cerpen. Saya akan mentes, menguji karya saya itu lewat dua tahap. Pertama, bila tokoh-tokoh dalam karya saya itu saya ganti dengan ayah, ibu, mertua, isteri, anak, kakak, adik, siswa dikelas sekolah, anggota pengajian masjid, jemaah gereja; kemudian saya tidak merasa main, tiada dipermalukan, tak canggung, tak risi, tak muak dan tidak jijik karenanya, maka karya saya itu bukan karya pornografi.

Hal ini berlaku pula bila karya itu bukan karya saya. Ketika saya menilai karya orang lain. Sebaliknya dipakai tolok ukur yang sama juga, yaitu bila orang lain menilai karya saya. Setiap pembaca bisa melakukan tes tersebut dengan cara yang serupa.

Pedekatan saya adalah pengujian rasa malu itu. Rasa malu itu yang kini luntur dalam warna tekstil kehidupan bangsa kita, dalam terlalu banyak hal.
Sebuah majalah mesum dunia dengan selaput artistik, Playboy, menumpang taufan reformasi dan gelombang liberalisme akhirnya terbit juga di Indonesia. Majalah ini medium awal masturbasi pembaca Amerika, dan kini, beberapa puluh tahun kemudian dikalahkan oleh situs porno internet, sehingga jadilah publik pembaca dan publik langganan internet Amerika tukang onani terbesar di dunia. Majalah pabrik pengeruk keuntungan dari kulit tubuh perempuan ini, mencoba menjajalkan bentuk eksploitasi kaum hawa dinegeri kita yang pangsa pasarnya luar biasa besar ini. Bila mereka berhasil, maka bakal berderet antri majalah anti tekstil ditubuh perempuan dan fundamentalis syahwat merdeka seperti Penthouse, Hustler, Celebrity skin, Cheri, Swank, Velvet, Cherry Pop, XXX teens dan seterusnya.

Untuk mengukur sendiri rasa malu penerbit dan redaktur Payboy, saya sarankan kepada mereka melakukan sebuah percobaan, yaitu mengganti model 4/5 telanjang majalah itu dengan ibu kandung, ibu mertua, kakak, adik, istri dan anak perempuan mereka sendiri. Sesudah dimuat, promosikan foto-foto itu di 10 saluran televisi dan 25 surat kabar. Bagaimana? Berani? Malu atau tidak ? Pendekatan lain yang dapat dipakai juga adalah menduga, memperkirakan, mengingat akibat yang mungkin terjadi sesudah orang membaca karya pornografis itu. Sesudah seorang membaca, katakan cerpen yang memberi sugesti secara samar-samar tejadinya hubungan kelamin, apabila kalau dengan jelas mendiskripsikan adegannya, apakah dengan kata-kata indah yang dianggap sastrawi atau kalimat-kalimat brutal, maka pembaca akan terangsang.

Sesudah terangsang yang paling penakut akan onani dan yang paling nekat akan memperkosa. Memperkosa perempuan dewasa tidak mudah, karena itu anak kecil jadi sasaran. Perkosaan banyak terjadi terhadap anak-anak kecil masih bau susu bubuk, belum haid yang dirumah sendirian karena papi mami pergi kerja, pembantu pergi kepasar, jam 9.00-10.00 pagi.

Anak-anak tanggung pemerkosa itu, ketika diinterogasi dan ditanya kena apa, umumnya bilang karena sesudah menonton VCD porno, mereka terangsang ingin mencoba sediri. Merayu orang dewasa takut, mendekati perempuan bayaran tidak ada uang. Kalau diteliti lebih jauh kasus yang sangat banyak ini (peneliti yang raj in akan bisa mendapat S-3 lewat tumpukan guntingan Koran), mungkin saja anak itu juga pernah membaca cerita pendek, puisi, novel atau komik cabul.

Akibat selanfutnya, merebak-meluaslah aborsi, prostitusi^ 'penularan penyakit kelamin gonorrhoe, siphilis, HIV/AIDS, yang meruyak di kota-kota besar Indonesia berbarengan dengan akibat penggunaan alkohol dan narkoba yang tak kalah destruktifhya. ,;

AKIBAT SOSIAL INI TAK PERNAH DIFIKIRKAN PENULIS

Semua rangkaian musibah sosial ini tidak pernah difikirkan oleh penulis cerpen/puisi/novelis erotis yang umumnya asyik berdandan dengan dirinya sendiri, mabuk posisi selebriti, kesana disanjung kesini dipuji, tidak pernah bersedia merenungkan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh tulisannya. Sejumlah cerpen dan novel pasca reformasi sudah dikatakan orang mendekati VCD/DVD porno tertulis. Maukah mereka membayangkan, bahwa sesudah sebuah cerpen atau novel dengan rangsangan syahwat terbit, maka beberapa ratus atau ribu pembaca yang terangsang itu akan mencontoh apa yang disebutkan dalam alinea-alinea diatas tadi dengan segala rentetan kemungkinan yang bisa terjadi selanjutnya?

Destruksi sosial yang dilakukan penulis cerpen/novel syahwat itu, beradik kakak dengan destruksi yang dilakukan produsen/pengedar/ pembajak/pengecer VCD/DVD porno, beredar (diperkirakan) sebanyak 20 juta keping, yang telah meruyak dimasyarakat kita, masyarakat konsumen pornografi terbesar dan termurah di dunia. Dulu harganya Rp 30.000 sekeping, kini Rp 3.000 sama murahnya 3 batang rokok kretek. Mengisap rokok kretek 15 menit sama biayanya dengan memiliki dan menonton sekeping VCD/DVD syahwat sepanjang 60 menit itu. Bcrsama dengan produsen Alkohol, narkoba dan nikotin, mereka tidak sadar telah menjadi unsur penting pengukuhan masyarakat permisif/addiktif/serba boleh/apa saja genjot, yang dengan bersemangat apa mereka anggap tabu selama ini, berpartisipasi meluluh lantakkan moralitas anak bangsa.

PERZINAAN YANG HAKEKATNYA PENCURIAN ADALAH CIRI SASTRA SELANGKANG.

Akhirnya sesudah mendapatkan korannya, saya membaca cerpen karya penulis yang tersebut diatas. Dalam segi teknik penulisan, cerpen itu lancar dibaca. Dalam segi isi sederhana saja, dan secara klise sering ditulis pengarang Indonesia yang pertama kali pergi keluar negri, yaitu pertemuan seorang laki-laki di negeri asing dengan perempuan asing di negeri itu. Kedua-duanya kesepian. Si laki-laki Indonesia lupa istri di kampung. Diakhir cerita mereka, mereka berpelukan dan berciuman. Begitu saja.Dalam interaksi yang kelihatan iseng itu, cerpenis tidak menyatakan sikap yang jelas terhadap hubungan kedua orang itu. Akan kemana hubungan itu berlanjut, juga tak eksplisit. Apakah akan sampai pada hubungan pernikahan atau pezinaan, kabur adanya.

Perzinaan adalah sebuah pencurian. Yang melakukan zina mencuri hak orang lain, yaitu hak penggunaan alat kelamin orang lain secara tidak sah. Penzina melakukan intervensi terhadap ruang privat alat kelamin yang dizinahi. Dia tak punya hak untuk itu. Yang dizinahi bersekongkol dengan yang melakukan penetrasi, dia juga tak punya hak mengizinkannya. Pemerkosa adalah perampok penggunaan alat kelamin orang yang diperkosal Penggunan alat kelamin seseorang diatur dalam lembaga pernikahan yang suci adanya.

Para pengarang yang terang-terangan tidak setuju pada lembaga pemikahan, dan/atau melakukan hubungan kelamin semaunya, yang tokoh-tokoh dalam karyanya diberi peran syahwat merdeka, adalah rombongan pencuri bersuluh sinar rembulan dan matahari. Mereka maling tersamar. Mereka celakanya, tidak merasa jadi maling karena (herannya) ada propagandis sastra menghadiahi mereka glorifikasi, dan penerbit menyediakan gratifikasi. Propagandis dan penerbit sastra semacam ini dalam istilah kriminologi, berkomplotan dengan maling.

Hal ini berlaku bukan saja (yang dianggap) sastra, tapi juga untuk bacaan turisme, rujukan tempat hiburan malam, dan semacam itu. Buku petunjuk yang begitu langsung tak langsung menunjukkan cara berzina, lengkap dengan nama, alamat tempat berkumpulnya alat-alat kelamin yang dapat dicuri haknya dengan cara membayar tunai atau dengan kartu kredit gesekan.

Sastra Mazhab Selangkang adalah sastra yang asyik dengan berbagi masalah wilayah selangkang dan sekitarnya. Kalau di Malaysia pengarang-pengarang yang mencabul-cabulkan karya kebanyakan pria, maka di Indonesia pengarang sastra selangkang mayoritas perempuan. Beberapa diantaranya mungkin memang nimphomania atau gila syahwat, hingga ada kritikus sastra sampai hati menyebutnya "vagina yang haus sperma". Mestinya ini sudah menjadi kasus psikiatri yang baik disigi, tentang kemungkinannya jadi epidemi dan harus dikasihani.

Bila dua abad yang lalu sejumlah perempuan Aceh, Jawa dan Sulawesi Selatan naik tahta sebagai penguasa tertinggi kerajaan, sultanah atau ratu dengan kenegarawanan dan reputasi terpuji, maka diabad 21 ini sejumlah perempuan Indonesia mencari dan memburu tepuk tangan kelompok permissif dan adiktif sebagai penulis sastra selangkang, yang aromanya jauh dari wangi, menyiarkan bau amis-bacin kelamin tersendiri, yang bagi mereka parfum sehari-hari

DENGAN RINGAN NAMA TUHAN DIPERMAINKAN

Di tahun 1971-1972 ketika saya jadi penyair tamu di Iowa Writing Program Universitas Iowa, di benua itu sedang heboh-hebohnya gelombang gerakan perempuan. Kini, 34-an tahun kemudian arus riaknya sampai ke Indonesia. Kaum feminis Amerika waktu itu sedang gencar-gencarnya mengumumkan pembebasan kaum perempuan, terutama liberasi kopulasi, kebebasan berkelamin, di koran, majalah, buku dan televisi.

Menyaksikan penampilan para maling hak penggunaan alat kelamin orang lain itu di layar kaca, yang cengengesan dan mringas mringis seperti Gloria Steinem dan semacamnya, banyak orang mual dan jijik karenanya. Mereka tidak peduli terhadap epidemik penyakit kelamin HIV/AIDS yang meruyak menyebar seantero Amerika Serikat waktu itu, menimpa baik orang laki-laki maupun perempuan, hetero dan homoseksual, akibat kebebasan yang bablas itu.

Di stasiun kereta api bawah tanah New York, seorang laki-laki korban HIV/AIDS menadahkan topi mengemis. Belum pernah saya melihat kerangka manusia berbalut kulit tanpa daging dan lemak sekurus dia itu. Sinar matanya kosong, suaranya parau. Kematian banyak anggota kelompok ini, terutama di kalangan seniman di tahun 1970-an tulis seorang esais, bagaikan kematian di medan perang Vietnam. Sebuah orkestra simphoni di New York, anggota-anggotanya bergiliran mati saban minggu karena kejangkitan HIV/AIDS dan narkoba, akibat kebebasan bablas itu. Para pembebas kaum perempuan itu tak acuh pada bencana menimpa bangsa karena asyik mendandani penampilan selebriti diri sendiri. Saya sangat heran. Sungguh memuakkan.

Kalimat bersayap mereka adalah "This is my body, I'll do whatever I like with my body (ini tubuhku. Aku akan lakukan apa saja yang aku suka dengan tubuhku ini)". Congkaknya luar biasa, seolah-olah tubuh mereka itu ciptaan mereka sendiri, padahal tubuh itu pinjaman kredit mencicil dari Tuhan, cuma satu tingkat di atas sepeda motor Jepang dan Cina yang diobral di iklan koran-koran.

Mereka tak ada urusan dengan Maha Produser Tubuh itu. Penganjur masyarakat permissif di mana pun juga, tidak suka Tuhan dilibatkan dalam segala urusan. Jangan bicara tentang moral dengan mereka. Dengan ringan nama Tuhan dipermainkan dalam karya. Situasi kita kini merupakan riak-riak gelombang dari jauh itu, dari abad 2p ke awal abad 21 ini, advokatornya dengan semangat dan stamina mirip anak-anak remaja bertopi beisbol yang selalu meniru membeo apa saja yang berasal dari Amerika Utara itu.

Ciri kolektif seluruh komponen gerakan syahwat merdeka ini adalah budaya malu yang telah kikis nyaris habis dari susunan syaraf pusat dan batang tubuh mereka, dan tak adanya lagi penghormatan terhadap hak penggunaan kelamin orang lain yang disabet/diserimpung/dikorupsi dengan entengnya. Tanpa memiliki hak penggunaan kelamin orang lain, maka sesungguhnya gerakan syahwat merdeka adalah maling dan garong genitalia, berserikat dengan alkohol, nikotin dan narkoba, menjadi perantara kriminalitas di masyarakat luas, mencecerkan HIV/AIDS dan aborsi, bersuluh bulan dan matahari.

Jakarta 15 Desember 2006

Dikutip sesuai dengan aslinya oleh H. M. Muadz Dirdjowijoto, atas izin penulis Bapak Taufiq Ismail, untuk disebar luaskan dalam upaya menyelamatkan anak bangsa, generasi-generasi sekarang dan yang akan datang.

Last Updated ( Thursday, 22 February 2007 )


Sumber : pdskjijaya.org

22 September 2008

Soal Pornografi, Berkacalah ke Dunia

Sebelum berbicara banyak soal pornografi masalah yang tengah menjadi sengkarut kata di DPR maupun di masyarakat sebaiknya kita berkaca pada dunia. Melihat, membandingkan, bahkan tidak tertutup kemungkinan untuk mengacu.

Setidaknya, dari sana kita akan tahu, apakah RUU itu dibuat untuk menjadikan negeri ini puritan, atau justru menata regulasi yang kini masih alpa. Sementara kita semua tahu, pornografi kini sudah menjadi monster, memangsa korbannya di mana dan kapan saja. Amatilah secermatnya media massa kita setiap harinya. Kriminalitas yang berawal dari masalah pornografi, nyaris setiap hari menjadi penghias tidak sehat media kita. Tidak sekadar menjadi perantara berita, kadang, sebagian media kita, menurut berbagai kalangan, justru telah menjadi pornografi itu sendiri. ‘’Kehadiran media pornografi itu sangat merusak pendidikan umat. Kami sudah mendidik anak dengan baik-baik, tapi dirusak dengan pornografi,'’ kata Pimpinan Pondok Modern Darussalam, Gontor, KH Abdullah Syukri Zarkasyi, dengan suara kecewa.

Karena itu, wajar bila kalangan pendidik seperti Zarkasyi masygul, ketika melihat ada saja kalangan yang seolah tidak peduli dengan semua itu. Ia menilai, kalangan yang menolak tersebut seolah memang tidak memiliki rasa peduli akan moral bangsa yang telah lama dirusak pornografi tersebut. Yang membuatnya heran, kalangan itu seolah tidak pernah kering dengan dalih. Mulai dari tudingan melanggar HAM, membelenggu kreativitas, berpotensi mengacaukan perekonomian, sampai ancaman distegrasi, tak lepas mereka kumandangkan.

Benarkah aturan yang tengah digodok DPR itu akan menempatkan Indonesia menjadi negara puritan, pembelenggu hak asasi manusia, dan memasung kretivitas? Apakah dengan diundangkannya RUU APP, maka Indonesia menjadi satu-satunya negara yang mengatur soal pornografi, di tengah ‘masyarakat maju dan demokratis’ menyerahkannya pada kedewasaan masing-masing, sebagaimana dituntut para penolak RUU tersebut. ‘’Tidak juga,'’ kata Gati Gayatri, seorang ahli peneliti utama bidang komunikasi dan media. Menurut Gati, negara-negara yang sering dikategorikan maju dan demokratis, justru mengatur persoalan tersebut secara ketat dan teregulasi.

Menurut Gati, Jepang mengatur masalah ponografi dalam article 175 of Japenese Penal Code. Negeri Matahari Terbit itu melarang tercetaknya gambar alat kelamin orang dewasa, persetubuhan, dan rambut alat kelamin di setiap media yang dibaca publik secara terbuka. ‘’Sedangkan, representasi alat kelamin anak-anak tidak diatur secara ketat,'’ kata dia. Di Taiwan, produk lukisan, video, foto, CD-ROMs, electronic signals, dan produk lain yang menggambarkan interaksi seksual atau kegiatan yang tidak pantas yang melibatkan orang-orang berusia di bawah 18 tahun, dianggap kriminal.

Selanjutnya, hal yang sama juga dilakukan negara tetangga, Filipina. Mungkin tidak banyak yang menduga, tetapi negara itu memiliki Republic Act No 7610 yang mereka undangkan pada 1993. Isi regulasi tersebut, antara lain, melarang tindakan mempekerjakan atau memaksa anak-anak di bawah usia 18 tahun melakukan kegiatan cabul atau pertunjukan tidak pantas. Kegiatan yang dilarang itu baik pertunjukan langsung, terekam di dalam keping video, atau menjadi model dalam publikasi cabul dan materi pornografi.

Di Eropa, Gati mencontohkan Inggris, masalah pornografi diatur melalui Protection of Children Act yang diundangkan tahun 1978. Negeri Big Ben itu bahkan mengkriminalisasi tindakan mengambil, mendistribusikan, memamerkan, atau memiliki (bahkan mesti jumlahnya hanya satu) foto tak pantas dari seorang anak di bawah usia 16 tahun.

‘’Norwegia pun memiliki Amanded Penal Code yang mereka undangkan tahun 1992 untuk mengatasi pornografi,'’ kata Gati, memaparkan. Sementara di Australia, kepemilikan pornografi anak dianggap ilegal menurut The Australian Costums Service, undang-undang yang mereka perkenalkan dan terapkan mulai 1995.

Di kawasan Asia, Sri Langka memiliki Ciode Sec 286A, tahun 1995. Sedangkan Kamboja juga tengah membahas aturan hukum soal pornografi. Bagaimana dengan ‘pendekar HAM dunia’, Amerika Serikat? Di negeri yang mengusung kebebasan berekpresi ini, pornografi didefinisikan sebagai materi yang menunjukkan hal-hal seksual untuk tujuan menimbulkan rangsangan. Tetapi, di negara yang sering kali menepuk dada sendiri sebagai kampiun demokrasi itu, pornografi ternyata sangat dibatasi peredarannya.

‘’Lihat saja, majalah Playboy dan Penthouse. Di sana peredarannya sangat dibatasi, tidak dijual bebas begitu saja,'’ kata Gati. Ia menerangkan, di Amerika, pengertian pornografi mencakup kecabulan atau obscenity. Lewat the First Amandment, Amerika Serikat, terutama sangat melarang obscenity ataupun pornografi yang melibatkan anak-anak di bawah umur (child pornography). Bila di negara lain hal itu diatur, bukankah justru Indonesia akan terasing bila tidak mengatur hal tersebut? Karena itu, kekecewaan sebagaimana yang diutarakan Zarkasyi, sangatlah beralasan.

Sementara itu, berkaitan dengan perdebatan terakhir soal RUU APP, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tifatul Sembiring, menduga ada gerakan sistematis untuk menyesatkan opini publik. Tifatul menyatakan, dia mencermati, di antara para penentang RUU APP ada yang sengaja bergerak menyesatkan RUU itu sampai ke tingkat bawah, termasuk melibatkan para artis.

‘’Seperti adanya pernyataan bahwa RUU APP melecehkan perempuan, mereka yang memakai kemben akan ditangkapi, misalnya,'’ kata Tifatul. Ia mengatakan hal itu sebagai penyesatan, karena RUU itu memang tidak mengatur pelarangan kemben.

‘’Saya khawatir, mereka yang menolak itu belum membaca materi aturannya,'’ kata Tifatul. Ia menyarankan, agar para penentang itu membekali diri dengan membaca lebih dulu aturan itu, sebelum berpendapat. ‘’Lihat, pasal mana saja yang tidak disetujui, lalu kita bicarakan. Jangan belum apa-apa menolak membabi buta dan menjadi antikompromi,'’ kata dia. Suara kalangan kampus, guru besar Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad, Deddy Mulyana, menduga penolakan terhadap RUU APP tidak lepas dari kepentingan global. ‘’Kepentingan dari luar itu sangat halus, tapi yang pasti ada,'’ ujar Deddy, dalam perbincangan telepon dengan Republika, semalam.

Kepentingan itu tidak hanya sebatas ideologi kebebasan, melainkan kepentingan pragmatis ekonomi, yang dijalankan kaki tangan mereka di negara dunia ketiga. Salah satu bentuk representasi kelompok ini, menurut Deddy, terlihat jelas di berbagai media yang sangat getol menolak. Selain itu lagi, kelompok yang masuk dalam kategori kapitalis ini dapat saja diwakili para artis maupun seniman yang kehidupannya sangat bergantung pada pola hidup permisif. ‘’Pada akhirnya, ini soal periuk nasi,'’ kata Deddy.

Sumber : ruuappri.blogsome.com

14 September 2008

Pajak dan Beban Rakyat

Oleh : Gusfahmi
Kepala Seksi Pelayanan KPP Madya Jakarta Utara


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 16 Agustus 2008 menyampaikan Nota Keuangan 2009 di Sidang Paripurna DPR. Jumlah pengeluaran negara tahun 2009 direncanakan Rp 1.203,3 triliun, sedangkan pendapatan negara dan hibah hanya Rp 1.124,0 triliun sehingga pemerintah defisit Rp 96,6 triliun.

Dari penerimaan dalam negeri Rp 1.123,0 triliun, kontribusi pajak Rp 748,9 triliun (67 persen), meningkat Rp 157 triliun (26,59 persen) dari rencana penerimaan 2008 (Rp 591,9 triliun, angka prarevisi). Penerimaan pajak terbesar bersumber dari pajak penghasilan (PPh), yaitu Rp 305,9 triliun (51 persen), pajak pertambahan nilai (PPN) Rp 187,6 triliun (31 persen), serta pajak bumi dan bangunan (PBB) Rp 24,1 triliun (4 persen).

Beban rakyat bertambah

Rencana kenaikan penerimaan pajak terjadi akibat kenaikan rencana pengeluaran pemerintah. Yang menjadi persoalan adalah mengapa harus rakyat yang menanggung kenaikan pengeluaran negara (pemerintah) dalam bentuk kenaikan pajak? Apa batasan pengeluaran negara yang harus ditanggung oleh rakyat?

Tanpa adanya batasan yang jelas, pemerintah bisa saja menetapkan pajak kepada rakyat tanpa perlawanan. Ini kezaliman. Menjawab pertanyaan ini, tidak salah Dr Hasan Turabi dari Sudan berpendapat bahwa pajak itu haram. Beliau sangat khawatir jika pajak diperbolehkan dipungut oleh pemerintah, ia dapat menjadi alat penindasan (Hasan Turabi, Principle of Governance, Freedom, and Responsibility in Islam”, The American Journal of Islamic Social Sciences, 1987).

Boleh asalkan sesuai syariat

Para ulama berbeda pendapat tentang boleh atau haramnya pajak dipungut. Masing-masing mempunyai dalil yang kuat.

Ulama yang membolehkan pajak memiliki beberapa alasan, antara lain seorang khalifah wajib mengadakan kebutuhan pokok rakyatnya, seperti keamanan, kesehatan, dan pendidikan, sebagaimana hadis Rasulullah SAW, ''Al Imam ra'in wa huwa mas'ulun 'an rak'iyatihi (Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.'' (HR Muslim).

Jika kebutuhan rakyat itu tidak diadakan (karena tidak ada harta), dan dikhawatirkan akan muncul bahaya serta kemudaratan yang lebih besar, maka khalifah diperbolehkan berutang atau memungut pajak (dharibah). Mencegah suatu kemudaratan wajib hukumnya, sebagaimana kaidah ushul fiqh yang mengatakan, ''Maa laa yatimul waajib illa bihi fahuwal wajib'' (Segala sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan demi terlaksananya kewajiban selain harus dengannya, maka sesuatu itu pun wajib hukumnya).

Namun, pajak yang dipungut itu harus digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang diwajibkan atas mereka (kaum Muslim), bukan pengeluaran lain (keinginan pemerintah). Dalam membolehkan pajak, ulama telah memberikan beberapa karakteristik dan syarat-syarat yang harus dipenuhi sehingga suatu pajak boleh dipungut. Bagaimana PPh, PPN, dan PBB menurut pandangan Islam? Berikut uraian ringkas tentang ketiganya.

Pajak penghasilan menurut Islam

PPh adalah pajak yang dipungut atas penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan usaha, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk penggantian atau imbalan pekerjaan/jasa dalam bentuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, hadiah, laba usaha, keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta, penerimaan kembali pembayaran pajak, bunga, dividen, royalti, sewa, dan premi asuransi. Hampir semua tambahan penghasilan dikenakan PPh, kecuali (tidak termasuk objek PPh) bantuan atau sumbangan (termasuk zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah), harta hibahan, warisan, dan lain-lain (UU No 17 Tahun 2000, Pasal 2 dan 4).

PPh menurut syariat boleh dipungut atas kaum Muslim sebagai kewajiban tambahan sesudah zakat karena objeknya penghasilan atau harta (al-amwaal) yang melebihi kebutuhan (penghasilan tidak kena pajak/PTKP) sehingga masih sesuai dengan QS At-Taubah: 103. Objek-objek PPh seperti gaji atau laba usaha jika dipungut masih mungkin tumbuh dan berkembang.

Juga sesuai dengan hadis Rasulullah SAW tentang Islam dan kewajiban zakat serta sedekah sunah (HR Bukhari dan Muslim dari Thalhah). Sedekah yang pada hukum awalnya sunah (tathawwu') dapat diwajibkan oleh ulil amri karena adanya kebutuhan mendesak/darurat untuk tujuan dan masa tertentu dan setelah tidak dibutuhkan akan dihapus.

Karena objek pajak sama dengan objek zakat, yaitu penghasilan (UU No 38 Tahun 1999 Pasal 11), jumlah pajak terutang harus dikurangi dengan zakat yang sudah dibayarkan. Jadi, zakat harus menjadi pengurang pajak (credit tax), bukan sebagai pengurang penghasilan (deductible tax) sebagaimana dipraktikkan saat ini. Rasulullah SAW melarang pemerintah mengenakan pajak dua kali atas kaum Muslimin, sebagaimana hadis beliau: ''La yajtami'u 'ushurun wa kharaajun fi ardhi Muslimin.'' (Tidak akan pernah bersatu kewajiban 'usyr (zakat) dan kharaj (pajak) pada lahan seorang Muslim. (HR Abu Hanifah dari Ibnu Mas'ud ra).

Pajak pertambahan nilai

PPN adalah pajak yang dikenakan terhadap pribadi atau badan karena melakukan penyerahan barang/jasa tertentu dalam wilayah pabean atau karena impor atau ekspor barang/jasa tertentu (UU No 18 Tahun 2000). Jenisnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan menggunakan tarif tunggal 10 persen.

Memungut pajak karena seseorang mengonsumsi suatu barang/jasa tidak ada dalilnya dalam Islam karena penghasilan/harta yang digunakan untuk membayar barang/jasa itu sudah dikenakan zakat dan atau pajak. Artinya, uang/harta yang dimiliki Muslim itu sudah bersih.

Jika uang yang sudah dizakati/pajaki dikenakan lagi pajak pada waktu dibelanjakan, ini kezaliman. PPN tidak bisa membedakan antara orang kaya dan orang miskin karena pengenaan pajaknya dilekatkan pada barang/jasanya.

Jika barang/jasa itu dimanfaatkan oleh orang miskin, lalu si miskin dikenakan pajak, ini bertentangan dengan QS [59]: 7 dan hadis Rasulullah SAW tentang Muadz bin Jabal yang diperintah untuk memungut zakat ke Yaman. Rasulullah mengatakan zakat harus memindahkan harta dari orang kaya kepada orang miskin. Jika PPN dipungut atas orang miskin, misalnya tukang becak membeli air mineral lalu dikenakan PPN 10 perse, PPN menjadi haram karena memindahkan harta dari orang miskin kepada orang kaya.

Pajak bumi dan bangunan

PBB adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan atas orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai/menguasai/memperoleh manfaat atas bumi dan atau bangunan (UU N0 20 Tahun 2000). Ia adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek, yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subjek tidak ikut menentukan besarnya pajak.

Bumi yang dimaksud adalah permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.

Yang tidak dikenakan (bukan objek) adalah bumi dan atau yang digunakan, semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan, seperti masjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, dan candi.

Ddilihat dari sisi subjeknya, PBB bertentangan dengan syariat karena kewajiban kaum Muslim atas harta hanyalah zakat dan pajak (dharibah), khususnya pajak penghasilan (PPh). Tanah dan atau bangunan yang mereka miliki sudah dikenakan pajak sewaktu diperoleh (saat jual beli dikenakan PPh Final dan BPHTB).

Jika ada hasil dari tanah dan atau bangunan, itu juga sudah dikenakan zakat (zakat pertanian atau perdagangan). Pengenaan PBB ini jelas bertentangan dengan QS [21]:105 dan QS [33]:27 yang menyebutkan Muslim adalah pewaris bumi sebagai warisan dari Allah SWT. Bagaimana pewaris harus membayar tanah/bangunan miliknya sendiri? Ataukah pemerintah memandang rakyat ini penyewa sehingga PBB itu adalah sewa tanah, seperti zaman penjajahan Belanda?

Kalau diindentikkan dengan kharaj (pajak sewa tanah kepada khalifah Islam atas tanah-tanah yang ditaklukkan dengan peperangan), Indonesia bukanlah tanah kharajiyah sehingga warga Muslim Indonesia tidak wajib membayar kharaj. Khalifah Umar bin Khaththab pernah melarang pengenaan kharaj terhadap kaum Muslim dan memasukkan penerimaan hasil tanah sebagai zakat.

Dengan kata lain, tidak ditemukan suatu dalil yang bisa dijadikan rujukan, mengapa Muslim diwajibkan membayar pajak atas tanah dan/bangunan yang mereka miliki, tempati atau manfaatkan. Semua potensi pajak yang ada pada tanah dan atau bangunan sudah tercakup dalam zakat, baik hasil berupa materi berupa buahnya, maupun berupa jasa hasil penyewaan lahan.

Ancaman bagi yang zalim

Jika memungut pajak secara zalim, Rasulullah melarang, sebagaimana hadis: ''La yadkhulul jannah shahibul maks'' (Tidak masuk surga petugas pajak yang zalim) (HR Abu Daud, bab Kharaj, hadis no 2937 dan Darimi, hadis no 1668). Namun, Rasulullah SAW memberikan kabar gembira kepada para pegawai (amil) zakat dengan memberi gelar Mujahidin bagi pemungut zakat yang benar, sebagaimana hadis: ''Al 'amil 'ala Shadaqah bil haqq kal ghaazi fi sabilillah hatta yarji'u ila baitihi'' (Amil (orang yang memungut) zakat dengan benar adalah seperti orang yang berperang di jalan Allah hingga ia kembali ke rumahnya). (HR Tirmidzi, kitabu Az-Zakah, hadis no 645 dan Ibnu Majah, kitab Az-Zakah, hadis no 1809 dari Rafi bin Khadij).

Sumber : Millist Anggota ICMI

10 September 2008

Olimpiade Beijing dan Introspeksi Dunia Islam

Hiruk pikuk olimpiade Beijing di Bejing dapat dijadikan untuk mengajak umat melakkan introspeksi untuk melihat berbagai kegagalan-kegagalan kita

Oleh M. Syamsi Ali *)

Dua minggu terakhir China sedang menjadi pusat perhatian mata. Bermilyar manusia dari seluruh penjuru dunia menonton perhelatan dahsyat 4 tahunan, Olympic games, yang tidak saja dituan-rumahi oleh negara berpenduduk terbesar dunia itu, tapi juga didominasi dalam
peraihan medali.

China memang fenomenal. Mungkin kata yang paling pantas adalah bahwa China memang dahsyat dan fantastik. China sejak dulu, tidak saja dikenal sebagai sebuah negara, tapi sebuah peradaban yang yang sejak kala dulu banyak mendominasi dunia kita. Siapa yang tidak kenal
sejarah nusantara yang juga tidak terlepas dari sejarah peradaban China?

Di saat-saat hampir semua negara di Asia digoncang oleh krisis ekonomi dan finansial di tahun penghujung 1997, China dengan tegar dan kokoh solid melalui krisis itu tanpa pengaruh yang bermakna. Jika saja kita melihat negara-negara ASEAN saat ini, termasuk dua negara
Muslim mayoritas, Indonesia dan Malaysia, nampak Chinalah yang mendominasi.

Dalam dunia internasional, China dengan kalem tapi mulus dalam menjual dominasinya hampir dalam seluruh linea kehidupan global. Di PBB sendiri China memiliki posisi yang sangat diperhitungkan, bahkan terkadang lebih dperhitungkan ketimbang Rusia atau Prancis misalnya.
Pasalnya, China ternyata menancapkan kuku pengaruhnya di berbagai belahan dunia, khususnya di Asia dan Afrika. Bahkan di beberapa negara Amerika Tengah dan Latin, China memiliki pengaruh ekonomi yang berat.

Mungkin bagi kita yang tinggal di negara yang terkadang dijuluki 'the only super power' ini, ternyata China pun bisa dikategorikan sudah menembus dengan goncangan yang menakutkan. Berbagai produksi kecil, dari mainan anak-anak (toys), makanan-makanan hewan piaraan, dll., telah merajai pasar negara ini. Cukup mengkhawatirkan, sampai-sampai ada upaya untuk menjatuhkan citra produksi China dengan kasus-kasus keracunan anjing, dan juga tuduhan mainan anak-anak yang membahayakan. Tuduhan demi tuduhan itu begitu keras, sampai-sampai semua siaran TV hanya menyiarkan hal tersebut berhari-hari.

Dunia Islam?

Mungkin perlu dibedakan secara jelas antara cita dan realita. Islam adalah cita semua Muslim. Tapi Muslimlah yang kemudian harus membawa cita itu ke sebuah realita. Kegagalan demi kegagalan yang dialami oleh dunai Islam saat ini tidak ada hubungannya dengan Islam. Islam dalam kenyataannya adalah kejayaan. Mungkin akan lebih tegas jika dikatakan: 'tiada kejayaan tanpa Islam dan tiada Islam tanpa kejayaan'.

Bagi beberapa kalangan, pernyataan di atas tidak diterima. Potongan pertama akan mentah-mentah ditolak oleh kalangan 'liberal-secular group', yang selalu melihat sebuah kejayaan dengan keterlepasan dari nilai-nilai agama (baca Islam). Sebaliknya, kalangan 'exclusive-
minded group' sudah psti menolak yang kedua karena bagi mereka Islam itu identik dengan keterlepasan dari hiruk pikuk kemajuan dan kejayaan dunia. Bagi mereka, semua yang mirip dengan apa yang mungkin dilihat sebagai kejayaan 'ala barat' adalah tidak Islami dan bahkan antitesis dengan Islam.

Padahal, pernyataan di atas adalah ekspresi sederhana dari doa sapu jagad umat: 'Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirah hasanah'. Bahwa umat yang mengimani Islam memiliki cita hidup yang jelas, yaitu 'kejayaan dunia dan kejayaan akhirat'.

Namun realitanya, dunia Islam sangat jauh dari cita yang agung itu. Umat saat ini sedang merana di hampir seluruh linea kehidupannya. Bahkan hingga di titik kehidupan yang paling esensial sekalipun, akidah, umat sedang menghadapi krisis yang luar biasa. Saya katakana
demikian, karena akidah bertujuan membangun muru'ah (dalam bahasa lain, izzah) atau mungkin dalam bahasa populernya 'self confidence'. Kenyataannya, umat kehilangan kepercayaan diri, dan itu merupakan identifikasi krisis iman yang paling nyata.

Secara ekonomi, dunia Islam dikaruniai nikmat kekayaan yang luar biasa. Ada yang memperkirakan, lebih 65% kekayaan alam, dari minyak, pertambangan, lautan, hutan, dll., di berbagai negara di Asia dan Afrika, ada di negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim. Tapi menyakitkan, mereka yang dikategorikan manusia-manusia yang hidup di bawah garis kemiskinan juga mayoritasnya ada di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim.

Secara politik, hanya bilangan jari saja dari sekian negara-negara Muslim yang mempraktekkan hukum 'syura'. Mayoritasnya, jika tidak dictatorship, ya dipaksa untuk nmenerapkan sistim orang lain. Mungkin kelompok kedua ini boleh jadi memakai sistim dengan istilah cantik, demokrasi misalnya. Tapi kenyataannya, semua hanya simbolisme dominasi sistim yang orang lain paksakan. Buktinya, sistim itu dianggap sukses jika 'delivering interests of certain power'. Jika tidak, walau kenyataannya melakukan hal yang sama, justeru dianggap
tidak demokrasi.

Secara kultur dan sosial, dunia Islam masih sangat morat-marit. Kedisiplinan dan etos kerja sangat jauh di atas rata-rata kedisiplinan dan etos kerja orang-orang yang kita sebut 'kafir'. Betapa seharusnya kita kagum dengan etos kerja orang-orang China di kota dunia, New York. Terbukti dengan menjamurnya restoran-restoran China hampir di mana-mana. Demikian pula dengan komunitas Korea, dll.

Dalam arena kehidupan global, umat Islam nyata termarjinalkan dalam segala hal. Produk-produk untuk kebutuhan asasi umat, hatta dalam hal-hal yang sifatnya ritual sekalipun, justeru diproduksi oleh orang lain. Lihatnya pasar di mekah, dari tasbih, sajadah, baju jubah, dll., banyak justeru 'made in China'.

Mungkin yang paling nyata adalah kenyataan bahwa di pusat diplomasi dunia, PBB, dunia Islam sama sekali tidak terwakilkan secara baik. Suara negara-negara Muslim hampir tidak terdengarkan di saat seharusnya didengar karena membela hak-hak sesama yang terinjak-injak di berbagai belahan dunia. Bandingkan antara jumlah negara Uni Eropa dengan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Namun signifikasi suara kedua organisasi (OKI dan EU) sangat berbeda, bagaikan langit dan bumi.

Alkhulasoh, umat Islam kini berada di sebuah jurang kegagalan. Dan sangat menyedihkan, terkadang kegagalan-kegagalan itu justeru dirasakan oleh sebagian sebagai 'Islamically ustified'.

Apa Gerangan?

Kenyataan ini menjadikan banyak kalangan yang tidak habis pikir. Apa gerangan? Apa yang sedang terjadi? Apa penyebab sehingga terjadi seperti itu? Bukankah umat Islam pernah jaya lebih 7 abad? Sebuah kejayaan terpanjang dalam sejarah hidup manusia?

Pada akhirnya, banyak kalangan pengamat hanya bisa menempatkan pengamatan mereka di satu sisi. Terkadang Islamnya yang disesali. Atau sebaliknya, terkadang apa yang dipersepsikan sebagai lawan Islam yang disesali. Terkadang pula para pengamat itu hanya mengantar umat kepada sikap 'menuduh' dan atau 'menyesali'. Menuduh orang lain atas kegagalan-kegagalan umat. Atau sebaliknya juga menyesali diri sendiri atas kegagalan-kegagalan itu.

Yang disayangkan, bahwa ada kecenderungan sebagian untuk saling melemparkan kesalahan. Dan tentunya yang paling tidak membahayakan, ketika pihak-pihak tertentu merasa 'dirinyalah atau metode pendekatannyalah' yang absolute benar. Semua yang tidak sejalan salah dan bahkan dianggap menjadi penyebab atau kontributor kegagalan-kegagalan itu.

Dalam hal ini, ada dua pandangan ekstrim yang sedang berlaga. Pandangan yang mengatakan bahwa dunia Islam saat ini terbelakang karena masih terkungkung oleh konsepsi syariah Islam, yang menurutnya, hanya menjadi aral dalam upaya mencapai kejayaan itu. Sebaliknya, ada pula yang sangat simplistik dalam melihat bahwa berbagai kegagalan disebabkan oleh tidak ditegakkannya syariah Islam. Yang runyam, ketika syari'ah Islam ditafsirkan secara sempit dengan berbagai simbolisme agama yang sama sekali tidak menyentuh substansi kehidupan manusia.

Dalam sebuah dialog antar agama (Islam dan Yahudi) di New York University (NYU) beberapa waktu lalu, saya ditanya oleh seorang peserta: 'Bagaimana sikap anda jika ada Muslim yang ingin mempraktekkan syariah di Amerika?'

Sebagian peserta Muslim tentu bingung untuk menjawab pertanyaan tersebut. Ada pula yang cenderung mengatakan bahwa syari'ah itu adalah isu lama, yang tidak ada lagi dalam agama ini. Sebagian yang lain, menginginkan jika saya menegaskan bahwa tujuan mulia Islam memang adalah menegakkan syari'ah dalam sebuah tatanan pemerintahan Islam yang disebut khilafah.

Dengan tenang dan senyum, saya jawab bahwa sesungguhnya dari pertanyaan anda saya memahami jika anda sedang phobic (ketakutan) dengan konsep syari'ah. Itu menandakan bahwa yang perlu saya lakukan bukan menjelaskan sikap saya, tapi menjelaskan konsepsi syari'ah untuk membenarkan persepsi anda tentang syari'ah itu sendiri.

'Syari'ah adalah jalan hidup. Syari'ah adalah aturan yang mengatur kehidupan seorang Muslim secara menyeluruh, yang dirincikan kemudian dalam sistim hukum mufasshol (detail) yang disebut fiqh. Intinya, tiada Islam tanpa Syari'ah, dan bagi seorang Muslim tiada kehidupan bermakna tanpa Syari'ah'.

Jawaban saya di atas tentunya mengejutkan bagi sang penanya. Penjelasan-penjelas an saya tentang Islam yang terbuka, bersahabat, maju, berbudaya, dll., seolah sirna dengan penjelasan saya tentang Syari'ah tersebut. Bagi dia, seharusnya saya mengatakan bahwa Syari'ah itu adalah hukum kuno yang hanya berlaku 25 abad silam. Kini, dengan kehidupan modern di abad 21, umat tidak perlu lagi syari'ah.

Tapi kemudian saya susuli: 'Amerika Serikat, sebagai sebuah negara dan bangsa, telah mempraktekkan banyak hal yang sifatnya syari'ah. Bahkan tidak berlebihan jika saya katakan, dalam beberapa hal, Amerika lebih mempraktekkan syari'ah dari negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim. 'Keadilan, kesetaraan, kemerdekaan, dan pertanggung jawaban publik' adalah bagian tak terpisahkan dan bahkan menjadi asas dari seluruh sendi-sendi kehidupan syari'ah kemudian'.

Penjelasan saya tersebut ternyata tercerna secara baik oleh sebagian besar peserta. Sehingga pada akhirnya saya bisa mengatakan, apa yang anda saksikan saat ini di berbagai belahan dunia Islam, dari kediktatoran, kemiskinan, keterbelakangan di dunia sains dan teknologi, hilangnya kedisiplinan sosial dan rendahnya etos kerja, semua itu menunjukkan kegagalan umat Islam dalam menerapkan syari'ah yang sejati.

Pada akhirnya, dengan hiruk pikuk olimpiade Beijing saat ini, umat diajak untuk melakukan introspeksi. Apakah kegagalan-kegagalan itu karena konsepsi Islam? Atau sebaliknya, berbagai kegagalan yang terjadi justeru disebabkan oleh kegagalan umat dalam menerapkan syari'ah yang sejati. Kalaulah Syari'ah itu menjadi 'penghalang' kebangkitan, seharusnya Turki saat ini lebih hebat dari Jerman. Sebaliknya, seandainya 'pengakuan Syari'ah' itu menjadi fondasi
kejayaan, tentu Saudi Arabia telah jauh lebih maju ketimbang Singapura.

Saya hanya kembali diingatkan oleh pernyataan Prof. Dr. Habibie, untuk bangkit diperlukan manusia-manusia yang berotak Jerman, tapi berhati Mekah. Mungkinkah? Pasti bisa karena itulah makna 'ulil al baab' yang memiliki dua sayap yang mampu menghantarkannya kepada
kehidupan yang lebih tinggi, yaitu 'sayap dzikir dan sayap fikir'.

"alladzina yadzkuruna Allaha qiyaaman wa Qu'uudan wa 'aala junuubihm, wa yatafakkaruna fi khalqis samawati wal al ardh."

New York , 20 Agustus 2008

Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York.
Syamsi adalah penulis rubrik "Kabar Dari New York" di
http://www.hidayatullah.com/

Sumber : http://www.hidayatullah.com/
New Page 14

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
PANDUAN VERIFIKASI AKUN PAYPAL ANDA KE REKENING BANK ANDA [KLIK DISINI]

Cari artikel, informasi di website dan atau di blog ini, seperti; foto (image), audio dan video dengan mesin Google berikut. Ketik keyword (kata kunci) dalam kotak, klik tombol "cari" pada form berikut :
Google
TIPs : Untuk mengotimalkan pemakaian mesin pencari "google.com" diatas, dapat Anda pelajari disini, silahkan klik: [http://zulfikri-kamin.blogspot.com/2008/07/tips-mengotimalkan-mesin-pencari.html] ----------