Menu Utama :


[PETA NUSANTARA] [RADIO HARAMAIN] [TV-ISLAM CHANNEL] [QIBLAT LOCATOR] [MUSIK DAN FILM] [SLIDE FOTO]

pemikiran dan analisis para pakar untuk pembangunan bangsa


07 Februari 2008

Awas Bahaya Temasek !

Oleh : Budi Kusumah

Nama Temasek kembali menjadi perbincangan hangat di kalangan dunia usaha. Soalnya, sepak terjang BUMN milik Pemerintah Singapura ini belakanagan tampak makin agresif. Itu terlihat dari beberapa "langkah kuda" yang diayunkannya di beberapa perusahaan yang telah dikuasainya di Indonesia. Selain agresif meningkatkan kepemilikannya di bisnis telekomunikasi, perusahaan ini juga masih bernafsu memburu saham-saham perbankan.

Salah satu yang sedang ramai dibicarakan di lingkungan pasar modal adalah rencana Temasek menambah kepemilikan sahamnya di PT Indosat Tbk. Seorang analis sangat yakin bahwa rencana pemecahan saham (stock split) yang akan dilakukan Indosat adalah keinginan Singapore Technologies Telemedia Ltd. (STT). Tujuannya cuma satu, yakni agar saham ISAT menjadi lebih likuid sehingga anak perusahaan Temasek itu lebih mu-dah menambah kepemilikannya.

Bayangkan, kalau konglomerat dari Negeri Singa itu berhasil mengumpulkan tambahan saham sampai 9% saja, maka semakin kokohlah posisinya sebagai pemegang saham mayoritas Indosat. Sebab, seperti diketahui, pada Desember 2002 lalu, STT telah berhasil memborong 41,9% saham perusahaan telekomunikasi yang tengah berkembang pesat itu.

Tapi bukan hanya di Indosat, Temasek juga dipastikan bakal menjadi raja di bisnis telepon seluler Indonesia. Maklum, sebelumnya, melalui Singapore Telecommunications Limited (SingTel), grup usaha yang dipimpin menantu mantan PM Lee Kuan Yew itu telah menguasai 35% saham PT Telkomsel. Padahal, semua orang tahu, Telkomsel menjadi raja karena menguasai 54% pangsa pasar seluler. Sedangkan Indosat—melalui PT Satelindo menjabat sebagai "patih" dengan penguasaan pangsa sebesar 29%. Alhasil, kalau ditotal, 83% pasar seluler kini berada di bawah kontrol Temasek.

Kondisi ini sebenarnya sudah lama diketahui publik sehingga mengundang pro dan kontra yang cukup seru. Berbagai kalangan yang terdiri dari mahasiswa, politisi, bahkan karyawan Indosat sendiri waktu itu melakukan demonstrasi menolak penjualan tersebut. Bahkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha alias KPPU pagi-pagi sudah mencurigai kemungkinan terjadinya praktik bisnis yang bisa merugikan jutaan konsumen. "Penguasaan dominan oleh Temasek otomatis akan berakibat pada pengendalian harga dan akhirnya rakyatlah yang harus menanggung", kata Didik J. Rachbini, salah seorang anggota KPPU.

"SUMBANGAN" UNTUK RAKYAT SINGAPURA

Kekhawatiran serupa juga dikemukakan oleh mantan Ketua MPR RI Amien Rais. Tapi, entah kenapa, riuh rendahnya suara penolakan itu kini tak terdengar lagi. Padahal, kendati kerugian yang akan dialami rakyat belum terjadi, sebenarnya Pemerintah Indonesia sudah merugi akibat penjualan saham Indosat. Sebab, "Tanpa perlu dijual, dalam waktu tiga tahun, Indosat sebetulnya dapat memberikan penghasilan yang sama besarnya dengan hasil penjualan saham kepada anak perusahaan Temasek", kata Rizal Ramli, mantan Menko Perekonomian RI.

Rizal benar. Soalnya, dalam keadaan "normal", Indosat mampu mengumpulkan laba bersih rata-rata Rp 1,5 triliun per tahun. Di tahun-tahun mendatang, diperkirakan, laba perusahaan yang memiliki aset Rp 26,7 triliun ini akan terus membesar seiring dengan pengembangan usaha seluler yang sedang dilakukannya. Dan yang paling diuntungkan adalah Temasek sebagai pemegang saham mayoritas.

Keberuntungan serupa juga diraih SingTel dari PT Telkomsel. Dari hasil usaha tahun lalu, SingTel mendapat bagian keuntungan sebesar Sin$ 128 juta atau sekitar Rp 640 miliar. Se-mentara dari tahun sebelumnya (2002) bagian yang diperoleh diperkirakan mencapai Rp 500 miliar. Melihat geliat bisnis Telkomsel yang terus berkembang dengan pesatnya, diperkirakan dana yang dikucurkan SingTel untuk membeli 35% saham Telkomsel sebesar Rp 3,19 triliun akan kembali pada awal tahun 2006. Itu sebuah proses balik modal yang cukup pendek, kendati tidak secepat di Indosat.

Dan memang, itulah yang disesalkan banyak pihak, termasuk Rizal Ramli. Ia menganggap pemerintah telah menjual secara sembarangan hanya demi mengejar setoran untuk menambal APBN. Sehingga, kalau dikalkulasi secara bisnis, penjualan yang "katanya” bisa mencapai di atas harga pasar itu malah merugikan. Sebab, masyarakat Indonesia pemakai telepon seluler "yang sebagian besar merupakan pelanggan Telkomsel” secara langsung telah memberikan "sumbangan" yang cukup besar kepada rakyat Singapura.

Bayangkan, kalau SingTel tidak memiliki saham di Telkomsel, maka perusahaan itu tidak akan mengalami pertumbuhan laba yang begitu pesat, yang di akhir 2003 kemarin tercatat naik sebesar 188% menjadi Sin$ 854 juta. Begitu pula basis pelanggan selulernya, tidak akan tumbuh sampai 37% menjadi 44 juta orang. Sebab, di kandangnya sendiri, pelanggan SingTel mengalami penurunan 1% menjadi tinggal 1,53 juta. Artinya, pertumbuhan pelanggan Telkomsel di tahun 2003 yang 60% sangat mendukung basis pendapatan SingTel.

Tapi, itu belum seberapa. Geliat lain dari raksasa Singapura ini "yang membahayakan konsumen Indonesia" diperkirakan akan datang belakangan. Tepatnya ketika anak-anak perusahaan Temasek itu memakai kekuatan posisinya sebagai pemegang saham mayoritas, untuk mengatur tarif sesuai kehendak mereka.

TEMASEK BISA MENDIKTE

Itu sebuah dampak divestasi yang benar-benar memberi kenikmatan bagi Singapura, tapi tak enak bagi konsumen Indonesia. Yang lebih memprihatinkan, kejadian serupa "kelihatannya" bakal terjadi di dunia perbankan kita. Seperti diketahui, nama Temasek juga santer disebut-sebut dalam acara divestasi 51% saham pemerintah di Bank BNI: 71% saham Bank Permata dan 20% saham Bank Mandiri.

Artinya, kalau niat Temasek "yang juga disambut ekstrahangat oleh Menneg BUMN" tadi terlaksana, maka perusahaan dari Singapura itu akan muncul menjadi raja bank di Indonesia. Soalnya, saat ini, bersama Deutsche Bank, Temasek telah menguasai mayoritas saham di Bank Danamon. Selain itu, bersama Kookmin Bank Korea, Temasek juga menjadi penguasa di Bank BII. Bahkan di BII, ada rencana bahwa Temasek bakal menambah kepemilikannya dari penjualan saham pemerintah sebesar 17,6%.

Karena Itulah rencana pencaplokan berikutnya (terutama terhadap Bank BNI) kembali mendapat tentangan keras. Alasannya sebenarnya sangat sederhana: jika 51% saham BNI (yang diperkirakan bernilai Rp 5 triliun) jatuh ke tangan asing, maka pembeli tersebut akan bersorak kegirangan. Sebab, hanya dalam waktu tiga tahun, modal yang dikucurkannya akan kembali. Maklum, dalam setiap tahunnya, Bank BNI mampu mengumpulkan laba sebesar Rp 3 triliun. Dan dari jumlah itu, separuhnya atau sekitar Rp 1,5 triliun selalu disetorkan sebagai dividen kepada pemerintah.

Skenario serupa dipastikan bakal terjadi di Bank Permata dan Bank Mandiri. Di Bank Permata, misalnya, diduga kuat saham bank ini juga akan dijual murah gara-gara tersangkut kasus "cessie Bank Bali" senilai Rp 546 miliar dan lantaran tahun lalu masih merugi sebesar Rp 808 miliar lebih. Tapi, coba lihat kinerjanya sekarang: kredit bermasalahnya (NPL net) hanya 2,9%, kecukupan modal (CAR)-nya nyaris menggapai 11%. Dan kendati belum diaudit akhir tahun lalu, Bank Permata telah mencatatkan laba Rp 533,3 miliar.

Akan halnya Bank Mandiri, tak perlu diceritakan lagi, karena ini adalah bank terbesar di Tanah Air dengan keuntungan yang juga lumayan besar, kendati "seperti bank-bank hasil program rekapitalisasi lainnya" besarnya keuntungan itu banyak ditopang oleh bunga obligasi rekap.
Sayang memang kalau sampai dijual. Tapi, kata Faisal Basri, program divestasi yang dilancarkan pemerintah "sebenarnya" merupakan sesuatu yang sah dan punya nilai positif. Sebab, kata dia, privatisasi akan mendorong munculnya good corporate governance. Tapi, langkah ini harus dilakukan dengan hati-hati. Maksudnya, agar tercipta iklim kompetisi yang sehat, penjualan saham pemerintah mesti dilakukan secara menyebar. Toh masih banyak investor di mancanegara yang punya reputasi bagus. "Jangan Temasek saja yang diberi kesempatan, sebab nanti dia bisa mendikte harga. Itu bahayanya" kata ekonom dari Universitas Indonesia ini kepada Kartina Ika Sari dari TRUST.

MENTERI ATAU KERNET?

Mestinya, lanjut Faisal, Menneg BUMN sebagai komandan penjualan saham milik negara bertindak dengan "cerdas". Sehingga, privatisasi tidak terjerumus pada penguasaan satu sektor industri oleh segelintir orang/perusahaan. Tapi, ya itu tadi, yang terjadi malah sebaliknya. Dan yang mengherankan, setiap penjualan yang dilakukan selalu mengundang permasalahan. "Menurut saya, Kantor Menneg BUMN ini korup. Privatisasi dijadikan ajang korupsi baru", ucapnya.

Berbeda dengan di Korea. Di sana, kata Faisal, sebelum menjual, pemerintahnya berkonsultasi dengan lembaga semacam KPPU. Kemudian dikaji ulang apakah penjualan itu akan memperbaiki struktur pasar atau malah sebaliknya? "Ini akan mendapat perhatian ekstra dari KPPU. Dalam hal seluler, misalnya, akan saya lihat apakah kepemilikan asing itu bisa menimbulkan kompetisi harga yang sehat atau tidak", papar Faisal.

Pentingnya penjualan secara menyebar juga dikemukakan Rizal Ramli. Kata dia, berbahaya kalau ada segelintir pihak yang menguasai bank-bank besar. "Adanya konsentrasi kepemilikan dan manajemen akan menimbulkan kecenderungan terjadinya pelanggaran batas maksimum kredit kepada grup sendiri", tuturnya. Soalnya, lanjut Rizal, pengawasan oleh Bank Indonesia sangat tidak memadai karena banyak lubang yang bisa direkayasa untuk menabrak legal lending limit tersebut.

Apalagi, di negara-negara maju, pencegahan terjadinya pemilikan mayoritas saham bank ini merupakan hal yang biasa. Di Australia, misalnya, seseorang atau sebuah perusahaan tidak diperkenankan memiliki saham sebuah bank lebih dari 17%.

Nah, kalau bahayanya sudah jelas seperti itu, kenapa pemerintah terus ngotot melakukan aksi jual? "Dalam berbagai kasus privatisasi, sang Menteri bertindak sebagai kernet angkot yang mengejar setoran, tanpa peduli apakah negara dirugikan atau tidak" ujarnya.

Sumber : Majalah Trust

Artikel lainnya di Majalah Trust :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

New Page 14

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
PANDUAN VERIFIKASI AKUN PAYPAL ANDA KE REKENING BANK ANDA [KLIK DISINI]

Cari artikel, informasi di website dan atau di blog ini, seperti; foto (image), audio dan video dengan mesin Google berikut. Ketik keyword (kata kunci) dalam kotak, klik tombol "cari" pada form berikut :
Google
TIPs : Untuk mengotimalkan pemakaian mesin pencari "google.com" diatas, dapat Anda pelajari disini, silahkan klik: [http://zulfikri-kamin.blogspot.com/2008/07/tips-mengotimalkan-mesin-pencari.html] ----------