Menu Utama :


[PETA NUSANTARA] [RADIO HARAMAIN] [TV-ISLAM CHANNEL] [QIBLAT LOCATOR] [MUSIK DAN FILM] [SLIDE FOTO]

pemikiran dan analisis para pakar untuk pembangunan bangsa


16 Maret 2008

Kita Bukan Bangsa Tempe

Oleh A. Halim R

TATKALA masalah kedelai mencuat akhir-akhir ini, barulah Mat Belatong dan Ketuk (sapaan akrab: Mat Ketumbi) mafhum, bahwa “martabat” negara ini sudah sederajat dengan negara-negara Arab! Lihat saja Saudi Arabia: dolar keluar dari dalam tanah, duit berlimpah-ruah, rakyat sejahtera gemah ripah, semua pekerjaan boleh diupah! Orang Arab tidak perlu membuat pabrik sajadah, jubah, gamis, kapiyeh, tasbih, serta beragam songkok. Tak perlu beternak sapi-kambing, berkebun sayur dan buah-buahan untuk keperluan lebih dari dua juta jamaah haji yang datang setiap tahun. Jubah kakbah alias kiswah pun tak perlu dibuat di Saudi Arabia. Semua didatangkan dari luar! Dari Jepang, Cina, Thailand, India Pakistan, Kashmir, Turki, Mesir dan lain-lain!

Mat Belatong dan Ketuk baru terhenyak paham, memang benar apa yang dikatakan oleh seorang orator ulung zaman Orde Lama – Paduka Yang Mulia Pemimpin Besar Revolusi, Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, Presiden Seumur Hidup – bahwa: Kita bukan bangsa tempe! (Entah negara mana jak tu yang mengatakan Indonesia bangsa tempe. Sebab yang paling tahu, apa dan bagaimana tempe itu, iya kita sendiri! – pen).

Terbukti kini, walaupun Indonesia negara konsumen tempe terbesar di dunia, namun yang bertani kedelai untuk kita: Amerika! Kehidupan petani kedelai Amerika tergantung kepada Indonesia! Kalau kita tak beli, mereka resesi ekonomi! Kita memang bukan bangsa tempe, sebab hak paten tempe pun konon ada di tangan Jepang. Maka Jepanglah yang jadi bangsa tempe! Padahal mereka bukan bangsa pemakan tempe, melainkan tempura dan sabu-sabu!

Bagi petani kita, kedelai dianggap sebagai tanaman sampingan, tak perlu diseriusi benar. Sekadar cukup untuk menghasilkan 30 persen kebutuhan nasional. Kalau diseriusi benar – sehingga swasembada kedelai – khawatir pula nanti Amerika berteriak: Indonesia bukan bertanam kedelai, tapi memperkaya uranium, mau membuat senjata nuklir berbahan baku tempe! (Harap maklum, George Bush dari USA paling suka mengada-ada! – pen).

Antara Indonesia dan Arab memang banyak persamaannya. Orang Arab pemakan kebab (roti), tetapi yang bertani gandum untuk mereka: orang Amerika. Kita pemakan nasi, tetapi yang bertanam padi untuk kita termasuklah negara Vietnam yang baru merdeka. Demikian juga dengan penyediaan lapangan kerja, pemerintah kita tak mau pusing kepala. Bukankah ada Taiwan, Malaysia dan Saudi Arabia yang jadi “tukang” buka lapangan kerja untuk tenaga kerja kita. RI tinggal “ekspor” TKI saja! Dari pekerja di dapur, pekerja kebersihan kota, perkebunan, pembuatan bangunan, hingga infrastruktur dan operator ekskavator, negara Malaysia dan beberapa negara lain di dunia tergantung kepada Indonesia! Minyak bumi dan minyak sawit pun kita cukup ekspor mentahnya saja. Luar negeri yang “bersimbah peluh” jadi “kuli” untuk mengolahnya jadi minyak murni. Tanpa peran Indonesia entah apa jadinya dunia!

Para pemuda di daerah ini – terutama di daerah perbatasan – yang berkeinginan sangat menjadi prajurit Polri dan ABRI pun seperti tak perlu ditanggapi benar oleh pemerintah. Ada Askar Wathaniah: prajurut semi militer di Malaysia konon membuka tangan untuk mereka. Kabar ini entah benar entah tiada! Namun yang pasti, Malaysia mampu dan tidak tabu menggunakan tentara bayaran bila terjadi ancaman terhadap negerinya. Contoh: penggunaan pasukan Gurkha di era Dwikora, tatkala konfrontasi Indonesia – Malaysia tahun 1960-an! Di Kapuas Hulu ada lelaki Iban yang lengannya bertato “Brunei Ranger”. Mungkin mantan “askar ranger” Brunei Darussalam.

Mat Belatong dan Ketuk duduk tersandar, baru insaf maupun sadar, bahwa Indonesia negara yang besar, penyuplai tenaga kasar paling besar. Di luar negeri hidupnya nyasar, menjadi kuli dan buruh kasar, disumpah-seranah kena penampar, tegal nak kais duit dolar. Banting tulang di negeri orang, membawa dolar tatkala pulang, mereka disebut sebagai pejuang, agar si kuli hatinya senang. Indonesia negara yang lebar, penduduk dan wilayah terpencar-pencar, bumi menghijau luas terhampar, rakyatnya akrab dengan lapar. Jagung giling ubi keladi, kini banyak rakyat yang beli, pertanda apa semua ini, coba pikiri dan dipahami. Sudahlah makan nasi aking, kerja keras tulang dibanting, sering mengungsi terbanting-banting, mata cekung tubuh kelemping. Tiada lagi tangis melengking, karena air mata pun telah kering, rakyat terpinggir dan terpelanting, tak bisa beda lagi wangi dan pesing.

Hari ini menulis madah, untuk jadi catatan sejarah, rakyat merdeka hidupnya susah, merdeka dan demokrasi apa faedah. Kini politikus hidupnya rakus, semua hal dia nak urus, ada yang teriak ada yang mendengus, giat mencari lubang fulus. Aturan dibuat berkarung-karung, untuk korupsi cara terselubung, berbagai pajak rakyat yang tanggung, tak peduli rakyat hidup melengkung. Rakyat melengkung macam tenggiling, kepala pusing tujuh keliling, perut merodak kepala pening, sampai ada yang muntah kuning.

Kini dah masuk ke tahun tikus, begitu Cina punya mistikus, negeri tetap salah urus, rakyat terliur beringus-ingus. Tahun Cina bersimbol binatang, itu duniawi punya lambang, kelakuan manusia macam binatang, sang arif melihat di mimpi yang terang. Mat Belatong dan Ketuk punya pendapat, untuk menghadapi tikus keparat, umpankan racun dan pasang jerat, untuk memberantas manusia khianat. Watak tikus telah mewabah, sejak masa yang sudah-sudah, itu pangkal negeri ni susah, hingga rakyat rasa dijajah. Penjajah nyata zaman baheula, Belanda dan Jepang telah tiada, kini penjajah dah lain rupa, ekonomi teknologi sampai budaya.

Bila karut-marut berpanjang-panjang, negeri kusut centang-perenang, rakyat beringas serta pemberang, hari mendatang sulit dibayang. Pengangguran dan lapar sangat bahaya, orang bisa berbuat apa saja, kejahatan dan kesesatan merajalela, bertaruh nyawa orang pun sedia. Orang pemerintah dan politikus, cobalah bekerja berpikir serius, jangan cuma menohok fulus, rakyat kecil dah rasa nak mampus. Kalau hal ini tak dipikiri, rakyat bisa bertindak anarki, revolusi sosial bisa terjadi, hancur dan kacau negeri ini. Tirani Firaun bisa terkubur, Uni Soviet bisa lebur, tembok Berlin bisa hancur, Soekarno dan Soeharto bisa tergusur.

Negeri Arab di zaman yang sudah, dikenal sebagai negeri jahiliah, di Indonesia kini jahiliah mewabah, mungkin kini puncak terparah. Abu Jahal ada di mana-mana, di semua ceruk dan strata bangsa, kejahatan dan khianat itu amalannya, menyesatkan orang beragam cara. Ia mengenakan beragam busana, tampil dalam berbagai rupa, membuat kerusakan dalam dunia, sama ada pria atau wanita. Tatkala jahiliah di titik kulminasi, kejadian berikut sukar diperi, hancur-lebur negeri ini, semua itu mungkin terjadi.

Sumber : Pontianak Post

1 komentar:

  1. Artikel di blog ini sangat menarik & bagus. Untuk lebih mempopulerkan artikel (berita/video/ foto) ini, Anda bisa mempromosikan di infoGue.com yang akan berguna bagi semua pembaca di tanah air. Tersedia plugin / widget kirim artikel & vote yang ter-integrasi dengan instalasi mudah & singkat. Salam Blogger!

    http://www.infogue.com
    http://www.infogue.com/bisnis_keuangan/kita_bukan_bangsa_tempe/

    BalasHapus

New Page 14

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
PANDUAN VERIFIKASI AKUN PAYPAL ANDA KE REKENING BANK ANDA [KLIK DISINI]

Cari artikel, informasi di website dan atau di blog ini, seperti; foto (image), audio dan video dengan mesin Google berikut. Ketik keyword (kata kunci) dalam kotak, klik tombol "cari" pada form berikut :
Google
TIPs : Untuk mengotimalkan pemakaian mesin pencari "google.com" diatas, dapat Anda pelajari disini, silahkan klik: [http://zulfikri-kamin.blogspot.com/2008/07/tips-mengotimalkan-mesin-pencari.html] ----------