Menu Utama :


[PETA NUSANTARA] [RADIO HARAMAIN] [TV-ISLAM CHANNEL] [QIBLAT LOCATOR] [MUSIK DAN FILM] [SLIDE FOTO]

pemikiran dan analisis para pakar untuk pembangunan bangsa


14 September 2008

Pajak dan Beban Rakyat

Oleh : Gusfahmi
Kepala Seksi Pelayanan KPP Madya Jakarta Utara


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 16 Agustus 2008 menyampaikan Nota Keuangan 2009 di Sidang Paripurna DPR. Jumlah pengeluaran negara tahun 2009 direncanakan Rp 1.203,3 triliun, sedangkan pendapatan negara dan hibah hanya Rp 1.124,0 triliun sehingga pemerintah defisit Rp 96,6 triliun.

Dari penerimaan dalam negeri Rp 1.123,0 triliun, kontribusi pajak Rp 748,9 triliun (67 persen), meningkat Rp 157 triliun (26,59 persen) dari rencana penerimaan 2008 (Rp 591,9 triliun, angka prarevisi). Penerimaan pajak terbesar bersumber dari pajak penghasilan (PPh), yaitu Rp 305,9 triliun (51 persen), pajak pertambahan nilai (PPN) Rp 187,6 triliun (31 persen), serta pajak bumi dan bangunan (PBB) Rp 24,1 triliun (4 persen).

Beban rakyat bertambah

Rencana kenaikan penerimaan pajak terjadi akibat kenaikan rencana pengeluaran pemerintah. Yang menjadi persoalan adalah mengapa harus rakyat yang menanggung kenaikan pengeluaran negara (pemerintah) dalam bentuk kenaikan pajak? Apa batasan pengeluaran negara yang harus ditanggung oleh rakyat?

Tanpa adanya batasan yang jelas, pemerintah bisa saja menetapkan pajak kepada rakyat tanpa perlawanan. Ini kezaliman. Menjawab pertanyaan ini, tidak salah Dr Hasan Turabi dari Sudan berpendapat bahwa pajak itu haram. Beliau sangat khawatir jika pajak diperbolehkan dipungut oleh pemerintah, ia dapat menjadi alat penindasan (Hasan Turabi, Principle of Governance, Freedom, and Responsibility in Islam”, The American Journal of Islamic Social Sciences, 1987).

Boleh asalkan sesuai syariat

Para ulama berbeda pendapat tentang boleh atau haramnya pajak dipungut. Masing-masing mempunyai dalil yang kuat.

Ulama yang membolehkan pajak memiliki beberapa alasan, antara lain seorang khalifah wajib mengadakan kebutuhan pokok rakyatnya, seperti keamanan, kesehatan, dan pendidikan, sebagaimana hadis Rasulullah SAW, ''Al Imam ra'in wa huwa mas'ulun 'an rak'iyatihi (Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.'' (HR Muslim).

Jika kebutuhan rakyat itu tidak diadakan (karena tidak ada harta), dan dikhawatirkan akan muncul bahaya serta kemudaratan yang lebih besar, maka khalifah diperbolehkan berutang atau memungut pajak (dharibah). Mencegah suatu kemudaratan wajib hukumnya, sebagaimana kaidah ushul fiqh yang mengatakan, ''Maa laa yatimul waajib illa bihi fahuwal wajib'' (Segala sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan demi terlaksananya kewajiban selain harus dengannya, maka sesuatu itu pun wajib hukumnya).

Namun, pajak yang dipungut itu harus digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang diwajibkan atas mereka (kaum Muslim), bukan pengeluaran lain (keinginan pemerintah). Dalam membolehkan pajak, ulama telah memberikan beberapa karakteristik dan syarat-syarat yang harus dipenuhi sehingga suatu pajak boleh dipungut. Bagaimana PPh, PPN, dan PBB menurut pandangan Islam? Berikut uraian ringkas tentang ketiganya.

Pajak penghasilan menurut Islam

PPh adalah pajak yang dipungut atas penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan usaha, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk penggantian atau imbalan pekerjaan/jasa dalam bentuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, hadiah, laba usaha, keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta, penerimaan kembali pembayaran pajak, bunga, dividen, royalti, sewa, dan premi asuransi. Hampir semua tambahan penghasilan dikenakan PPh, kecuali (tidak termasuk objek PPh) bantuan atau sumbangan (termasuk zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah), harta hibahan, warisan, dan lain-lain (UU No 17 Tahun 2000, Pasal 2 dan 4).

PPh menurut syariat boleh dipungut atas kaum Muslim sebagai kewajiban tambahan sesudah zakat karena objeknya penghasilan atau harta (al-amwaal) yang melebihi kebutuhan (penghasilan tidak kena pajak/PTKP) sehingga masih sesuai dengan QS At-Taubah: 103. Objek-objek PPh seperti gaji atau laba usaha jika dipungut masih mungkin tumbuh dan berkembang.

Juga sesuai dengan hadis Rasulullah SAW tentang Islam dan kewajiban zakat serta sedekah sunah (HR Bukhari dan Muslim dari Thalhah). Sedekah yang pada hukum awalnya sunah (tathawwu') dapat diwajibkan oleh ulil amri karena adanya kebutuhan mendesak/darurat untuk tujuan dan masa tertentu dan setelah tidak dibutuhkan akan dihapus.

Karena objek pajak sama dengan objek zakat, yaitu penghasilan (UU No 38 Tahun 1999 Pasal 11), jumlah pajak terutang harus dikurangi dengan zakat yang sudah dibayarkan. Jadi, zakat harus menjadi pengurang pajak (credit tax), bukan sebagai pengurang penghasilan (deductible tax) sebagaimana dipraktikkan saat ini. Rasulullah SAW melarang pemerintah mengenakan pajak dua kali atas kaum Muslimin, sebagaimana hadis beliau: ''La yajtami'u 'ushurun wa kharaajun fi ardhi Muslimin.'' (Tidak akan pernah bersatu kewajiban 'usyr (zakat) dan kharaj (pajak) pada lahan seorang Muslim. (HR Abu Hanifah dari Ibnu Mas'ud ra).

Pajak pertambahan nilai

PPN adalah pajak yang dikenakan terhadap pribadi atau badan karena melakukan penyerahan barang/jasa tertentu dalam wilayah pabean atau karena impor atau ekspor barang/jasa tertentu (UU No 18 Tahun 2000). Jenisnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan menggunakan tarif tunggal 10 persen.

Memungut pajak karena seseorang mengonsumsi suatu barang/jasa tidak ada dalilnya dalam Islam karena penghasilan/harta yang digunakan untuk membayar barang/jasa itu sudah dikenakan zakat dan atau pajak. Artinya, uang/harta yang dimiliki Muslim itu sudah bersih.

Jika uang yang sudah dizakati/pajaki dikenakan lagi pajak pada waktu dibelanjakan, ini kezaliman. PPN tidak bisa membedakan antara orang kaya dan orang miskin karena pengenaan pajaknya dilekatkan pada barang/jasanya.

Jika barang/jasa itu dimanfaatkan oleh orang miskin, lalu si miskin dikenakan pajak, ini bertentangan dengan QS [59]: 7 dan hadis Rasulullah SAW tentang Muadz bin Jabal yang diperintah untuk memungut zakat ke Yaman. Rasulullah mengatakan zakat harus memindahkan harta dari orang kaya kepada orang miskin. Jika PPN dipungut atas orang miskin, misalnya tukang becak membeli air mineral lalu dikenakan PPN 10 perse, PPN menjadi haram karena memindahkan harta dari orang miskin kepada orang kaya.

Pajak bumi dan bangunan

PBB adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan atas orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai/menguasai/memperoleh manfaat atas bumi dan atau bangunan (UU N0 20 Tahun 2000). Ia adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek, yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subjek tidak ikut menentukan besarnya pajak.

Bumi yang dimaksud adalah permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.

Yang tidak dikenakan (bukan objek) adalah bumi dan atau yang digunakan, semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan, seperti masjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, dan candi.

Ddilihat dari sisi subjeknya, PBB bertentangan dengan syariat karena kewajiban kaum Muslim atas harta hanyalah zakat dan pajak (dharibah), khususnya pajak penghasilan (PPh). Tanah dan atau bangunan yang mereka miliki sudah dikenakan pajak sewaktu diperoleh (saat jual beli dikenakan PPh Final dan BPHTB).

Jika ada hasil dari tanah dan atau bangunan, itu juga sudah dikenakan zakat (zakat pertanian atau perdagangan). Pengenaan PBB ini jelas bertentangan dengan QS [21]:105 dan QS [33]:27 yang menyebutkan Muslim adalah pewaris bumi sebagai warisan dari Allah SWT. Bagaimana pewaris harus membayar tanah/bangunan miliknya sendiri? Ataukah pemerintah memandang rakyat ini penyewa sehingga PBB itu adalah sewa tanah, seperti zaman penjajahan Belanda?

Kalau diindentikkan dengan kharaj (pajak sewa tanah kepada khalifah Islam atas tanah-tanah yang ditaklukkan dengan peperangan), Indonesia bukanlah tanah kharajiyah sehingga warga Muslim Indonesia tidak wajib membayar kharaj. Khalifah Umar bin Khaththab pernah melarang pengenaan kharaj terhadap kaum Muslim dan memasukkan penerimaan hasil tanah sebagai zakat.

Dengan kata lain, tidak ditemukan suatu dalil yang bisa dijadikan rujukan, mengapa Muslim diwajibkan membayar pajak atas tanah dan/bangunan yang mereka miliki, tempati atau manfaatkan. Semua potensi pajak yang ada pada tanah dan atau bangunan sudah tercakup dalam zakat, baik hasil berupa materi berupa buahnya, maupun berupa jasa hasil penyewaan lahan.

Ancaman bagi yang zalim

Jika memungut pajak secara zalim, Rasulullah melarang, sebagaimana hadis: ''La yadkhulul jannah shahibul maks'' (Tidak masuk surga petugas pajak yang zalim) (HR Abu Daud, bab Kharaj, hadis no 2937 dan Darimi, hadis no 1668). Namun, Rasulullah SAW memberikan kabar gembira kepada para pegawai (amil) zakat dengan memberi gelar Mujahidin bagi pemungut zakat yang benar, sebagaimana hadis: ''Al 'amil 'ala Shadaqah bil haqq kal ghaazi fi sabilillah hatta yarji'u ila baitihi'' (Amil (orang yang memungut) zakat dengan benar adalah seperti orang yang berperang di jalan Allah hingga ia kembali ke rumahnya). (HR Tirmidzi, kitabu Az-Zakah, hadis no 645 dan Ibnu Majah, kitab Az-Zakah, hadis no 1809 dari Rafi bin Khadij).

Sumber : Millist Anggota ICMI

1 komentar:

  1. wah.. mas ini pintar... tapi qo sayangnya udah tau pajak itu berat bagi masyarakat miskin, tapi qo tidak .....
    yah ... munafik kata yang tepat..
    di satu sisi mas (takut) meninggalkan kerjaan di pajak yang jelas2 mas katakan haram karena memperpanjang umur sebuh rezim, tapi di lain pihak, mas juga tau apa kesulitan masyarakat kita melalui pertambahan pajak...
    orang pajak memang tidak punya hati nurani..
    bawaannya munafik

    BalasHapus

New Page 14

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
PANDUAN VERIFIKASI AKUN PAYPAL ANDA KE REKENING BANK ANDA [KLIK DISINI]

Cari artikel, informasi di website dan atau di blog ini, seperti; foto (image), audio dan video dengan mesin Google berikut. Ketik keyword (kata kunci) dalam kotak, klik tombol "cari" pada form berikut :
Google
TIPs : Untuk mengotimalkan pemakaian mesin pencari "google.com" diatas, dapat Anda pelajari disini, silahkan klik: [http://zulfikri-kamin.blogspot.com/2008/07/tips-mengotimalkan-mesin-pencari.html] ----------